Penyelundupan Hukum melalui Perjanjian Nominee dalam Kepemilikan Tanah oleh Warga Negara Asing di Indonesia

Perjanjian nominee merupakan bentuk penyelundupan hukum yang kerap dilakukan warga negara asing (WNA) untuk mengelabui sistem hukum pertanahan di Indonesia. Dalam praktiknya, WNA menggunakan nama warga negara Indonesia (WNI) untuk membeli tanah, padahal secara substansial, penguasaan dan kendali berada pada WNA. Hal ini jelas bertentangan dengan Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang menyatakan bahwa hanya WNI yang berhak memiliki tanah secara penuh.

Secara yuridis, perjanjian nominee tergolong sebagai perjanjian simulasi absolut karena dibuat dengan itikad tidak baik. Tujuannya bukan untuk menciptakan hubungan hukum yang nyata, melainkan hanya sebagai alat untuk menghindari pembatasan hukum. Oleh karena itu, meskipun syarat formal perjanjian terpenuhi, substansi perjanjian tersebut melanggar asas legalitas.

Kasus dalam Putusan Nomor 129/Pdt.G/2021/PN.Btm menjadi salah satu contoh nyata penyalahgunaan skema nominee. Penggugat sebagai WNA membayar seluruh biaya pembelian rumah, namun tanah dan bangunan didaftarkan atas nama WNI (Tergugat), yang kemudian mengagunkan rumah tersebut. Meskipun sertifikat atas nama Tergugat, secara substansi hak ekonomi dimiliki oleh Penggugat.

Praktik semacam ini tidak hanya merugikan individu, tetapi juga melemahkan sistem hukum agraria Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan penguatan pengawasan dan penegakan hukum terhadap praktik-praktik penyelundupan hukum melalui perjanjian nominee agar kedaulatan negara atas tanah tetap terjaga.

Artikel Terkait

Rekomendasi