Negara demokrasi yang berlandaskan pada hukum di Indonesia tidak akan memiliki masa depan yang cerah tanpa adanya Mahkamah Konstitusi yang memiliki integritas tinggi. Hal ini penting karena Mahkamah Konstitusi memainkan peran yang sangat vital dalam menjaga dan menegakkan konstitusi, khususnya UUD 1945, yang menjadi dasar bagi kehidupan bernegara di Indonesia. Para pendiri bangsa Indonesia telah menempatkan impian mereka tentang sebuah negara yang mengedepankan kedaulatan rakyat dan dijalankan oleh prinsip demokrasi yang berdasarkan hukum, sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
Apabila Mahkamah Konstitusi kehilangan integritasnya, maka tujuan pendirian negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat bisa terancam. Hal ini mengingat bahwa negara yang berdasarkan pada hukum (rule of law) memerlukan pengawasan yang kuat agar pemerintahan tidak terjerumus pada praktik sewenang-wenang. Dalam konteks ini, Mahkamah Konstitusi diharapkan mampu menjadi penjaga utama yang memastikan bahwa seluruh tindakan negara tidak melanggar konstitusi, dan bahwa hak-hak warga negara dijamin dengan adil. Hal ini juga sejalan dengan prinsip “Constitutionalism”, yang menekankan supremasi konstitusi dan menjamin bahwa seluruh kebijakan dan tindakan pemerintahan harus sesuai dengan undang-undang dasar negara.
Prof. Dr. I Dewa Gede Palguna, dalam orasi ilmiahnya yang disampaikan pada Upacara Akademik Universitas Udayana pada tanggal 30 November 2024, mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi harus menjadi garda terdepan dalam menegakkan UUD 1945. Sebagai lembaga yang diberi kewenangan untuk menjaga konstitusi, Mahkamah Konstitusi harus memiliki integritas yang tak tergoyahkan, serta independensi dalam menjalankan tugasnya. Untuk itulah, Pasal 24C ayat (5) UUD 1945 menekankan pentingnya kualifikasi hakim konstitusi yang memiliki kepribadian luhur, adil, serta memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai konstitusi dan ketatanegaraan.
Namun, Prof. Palguna juga menyoroti adanya ketidakjelasan dalam undang-undang yang mengatur Mahkamah Konstitusi, yang belum memberikan penjabaran yang memadai mengenai kriteria hakim konstitusi yang ideal. Meskipun beberapa keputusan penting telah dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi, seperti putusan mengenai UU Cipta Kerja dan ambang batas pencalonan kepala daerah, publik tetap memiliki kekhawatiran mengenai proses pemilihan hakim konstitusi. Ketiadaan penjabaran yang jelas mengenai mekanisme tersebut membuat hakim yang terpilih sering kali dipertanyakan kredibilitasnya, sehingga ini menjadi pekerjaan rumah besar bagi pembentuk undang-undang di Indonesia.
Ke depan, demi mewujudkan Indonesia sebagai negara demokrasi yang sejati dan berdasarkan hukum, sangat penting bagi pembentuk undang-undang untuk memberikan perhatian serius terhadap penjabaran kriteria hakim konstitusi yang sesuai dengan harapan konstitusi dan rakyat. Penegakan hukum yang berkeadilan, tanpa diskriminasi atau politisasi, harus menjadi prioritas utama agar Mahkamah Konstitusi dapat benar-benar menjalankan fungsinya sebagai penjaga konstitusi dan penjaga demokrasi di Indonesia. Ini adalah langkah krusial yang harus diambil jika Indonesia ingin mencapai tujuan besar sebagai negara demokrasi yang berlandaskan pada hukum.