Saling Tuding dan Isu Ijazah Palsu, Polemik Politik dan Hukum Mencuat

IMG_1650

Polemik dugaan ijazah palsu milik Presiden Joko Widodo kembali memanas. Dalam program ETV Prime Dialog yang disiarkan malam ini, perdebatan sengit terjadi antara dua narasumber: advokat yang mewakili pihak pelapor serta Silvester Matutina, pendukung Presiden Jokowi.

Perdebatan berawal dari pemaparan profesi pihak-pihak yang dilaporkan. Yulia, disebut sebagai aktivis yang dulunya seorang dokter. Sunarto dikenal sebagai YouTuber, sementara Rahmat Himran merupakan aktivis dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA). Ketiganya belum ditetapkan sebagai tersangka namun telah diperiksa sebagai saksi.

Dalam diskusi tersebut, pihak advokat mempertanyakan proses hukum yang dinilai sarat muatan politik. Ia menyebut ada “kekuatan de facto” yang masih menguasai institusi hukum, meski secara de jure Joko Widodo sudah tidak lagi menjabat sebagai presiden.

“Penegakan hukum kita hari ini masih dalam kendali Joko Widodo. Meski bukan presiden secara resmi, ia masih punya pengaruh kuat terhadap institusi kepolisian,” ujar sang advokat.

Pernyataan itu dibantah keras oleh Silvester Matutina, yang menilai tuduhan terhadap Jokowi tidak berdasar dan tanpa bukti kuat. Ia menyebut para penuduh tidak pernah mengakses atau meneliti dokumen asli, melainkan hanya menyebarkan tuduhan berbasis ijazah digital dari media sosial.

“Semua tuduhan ijazah palsu itu kosong. Tidak ada bukti sahih. Ijazah asli sudah diperiksa oleh laboratorium forensik, dan hasilnya identik dengan milik rekan-rekan seangkatan Pak Jokowi di UGM,” tegas Silvester.

Ia juga menegaskan bahwa tidak ada kewajiban hukum bagi seorang warga negara, termasuk mantan presiden, untuk mempublikasikan dokumen pribadinya. Termasuk soal ijazah.

Sementara itu, pihak advokat menilai, jika memang tidak ada yang disembunyikan, seharusnya ijazah asli bisa ditunjukkan untuk menghentikan spekulasi publik.

“Bukan memenjarakan rakyat yang bertanya, tapi jawab dengan data. Itu baru negarawan,” katanya.

Silvester pun menanggapi:

“Hukum di Indonesia tidak dibentuk untuk memuaskan rasa penasaran. Tapi untuk menegakkan kebenaran berdasarkan bukti.”

Diskusi juga menyinggung kasus Bambang Tri Mulyono, penulis Jokowi Undercover, yang dipenjara karena dianggap menyebarkan fitnah. Silvester menyebut itu sebagai bukti bahwa hukum berjalan adil. Namun sang advokat menganggap pemenjaraan itu bentuk pembungkaman terhadap kritik.

Program ini ditutup dengan pernyataan bahwa semua pihak menghormati proses hukum yang sedang berjalan, dan publik diimbau untuk mengikuti perkembangan melalui jalur resmi peradilan.

Artikel Terkait

Rekomendasi