ICW Mendesak Pimpinan KPK Terpilih untuk Mundur dari Lembaga Asal

Author Photoportalhukumid
23 Nov 2024
Setyo Budiyanto, calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan yang digelar oleh Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 18 November 2024. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki).
Setyo Budiyanto, calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjalani proses uji kelayakan dan kepatutan yang digelar oleh Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 18 November 2024. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki).

Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta para pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih untuk periode 2024-2029 agar segera mundur dari instansi asal mereka, baik dari kepolisian, kejaksaan, maupun lembaga lain tempat mereka sebelumnya bertugas. Langkah ini, menurut ICW, bertujuan untuk menghindari adanya konflik kepentingan dan menjaga integritas KPK sebagai lembaga antirasuah.

“ICW mendesak agar pimpinan KPK terpilih yang berasal dari penegak hukum tidak hanya melepaskan jabatannya, tetapi juga sepenuhnya mengundurkan diri dari instansi asal, baik itu kepolisian, kejaksaan, maupun Mahkamah Agung,” ungkap Diky Anandya, Peneliti ICW, dalam pernyataan persnya pada Kamis (21/11). Hal ini dianggap penting untuk memastikan tidak terjadi loyalitas ganda yang dapat memengaruhi keputusan dan kebijakan yang diambil oleh pimpinan KPK dalam menjalankan tugas mereka.

Saat ini, dari lima pimpinan KPK yang telah dipilih oleh Komisi III DPR RI, empat di antaranya memiliki latar belakang sebagai aparat penegak hukum, baik yang masih aktif maupun yang telah purnatugas. Kelima nama yang terpilih adalah Komisaris Jenderal Polisi Setyo Budiyanto, Jaksa Fungsional pada Jampidsus Kejaksaan Agung Fitroh Rohcahyanto, mantan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agus Joko Pramono, Hakim di Pengadilan Tinggi Manado Ibnu Basuki Widodo, serta petahana Johanis Tanak.

Menurut Diky, keputusan ini berisiko menimbulkan bias dalam penegakan hukum. “Jika hanya mundur dari jabatan sesuai dengan Pasal 29 huruf i UU KPK, ada kemungkinan loyalitas mereka tetap terbagi antara KPK dan instansi asal. Hal ini dapat memengaruhi objektivitas dan imparsialitas mereka, terutama jika nantinya KPK harus menangani kasus yang melibatkan instansi tempat mereka sebelumnya bertugas,” paparnya. Ia juga merujuk pada Pasal 11 ayat (1) huruf a UU KPK, yang menyebutkan bahwa aparat penegak hukum menjadi salah satu subjek yang dapat diselidiki oleh KPK.

Diky menegaskan, kondisi ini memunculkan pertanyaan mendasar: apakah para pimpinan KPK dapat bersikap objektif ketika dihadapkan pada penyelidikan atau penindakan terhadap instansi asal mereka? Kekhawatiran ini semakin relevan mengingat rekam jejak pemilihan pimpinan KPK yang dinilai tidak mencerminkan aspirasi masyarakat. Menurutnya, pemilihan kali ini tidak didasarkan pada kompetensi dan integritas kandidat, melainkan lebih kepada penilaian subjektif dari anggota Komisi III DPR.

Dalam proses uji kelayakan yang dilakukan sebelumnya, ICW mencatat banyak pertanyaan yang diarahkan kepada kandidat lebih menekankan pada pandangan mereka terhadap revisi UU KPK tahun 2019 dan mekanisme penindakan melalui Operasi Tangkap Tangan (OTT). Beberapa jawaban dari pimpinan terpilih dianggap kontraproduktif dengan semangat pemberantasan korupsi. Sebagai contoh, Setyo Budiyanto dan Agus Joko Pramono mendukung penerapan OTT namun dengan pembatasan yang ketat, sedangkan Johanis Tanak secara tegas berjanji akan menghapus OTT jika terpilih kembali sebagai pimpinan.

Lebih lanjut, ICW juga menyoroti pernyataan dari Fitroh Rohcahyanto dan Ibnu Basuki Widodo yang dianggap menunjukkan kurangnya pemahaman mendalam terkait isu pemberantasan korupsi. Fitroh, misalnya, menyebut bahwa revisi UU KPK tahun 2019 tidak berdampak signifikan terhadap upaya pemberantasan korupsi, sementara Ibnu mengklaim revisi tersebut tidak melemahkan KPK. Pernyataan Ibnu bahkan menjadi bahan kritik karena ia menyatakan penyadapan harus dilakukan atas izin Dewan Pengawas, padahal ketentuan ini telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 70/PUU-XVII/2019 sejak 2021.

Diky menilai bahwa komposisi pimpinan KPK yang baru ini tidak akan membawa perubahan signifikan dalam tata kelola kelembagaan. Bahkan, ia pesimis bahwa mereka mampu mengembalikan kepercayaan publik terhadap KPK. “Dengan latar belakang dan pandangan seperti ini, sulit untuk berharap KPK akan kembali menjadi lembaga yang kuat dalam memberantas korupsi,” tutupnya.

Sumber:
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20241121194716-12-1169308/icw-desak-pimpinan-kpk-terpilih-mengundurkan-diri-dari-instansi-asal

Artikel Terkait

Rekomendasi