Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) mengecam keras tindakan Israel yang merilis peta yang mengklaim wilayah negara-negara Arab sebagai bagian dari wilayah Israel. Tindakan ini tidak hanya memperkeruh situasi geopolitik di Timur Tengah tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendalam mengenai legitimasi hukum internasional dan penghormatan terhadap kedaulatan negara.
Peta yang dikeluarkan Israel ini bertentangan dengan prinsip utama hukum internasional, yakni penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas wilayah negara-negara lain. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Pasal 2(4) jelas melarang penggunaan kekuatan atau ancaman terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik negara lain. Dengan mengklaim wilayah negara-negara Arab, Israel secara implisit menantang ketentuan ini.
Langkah Israel ini juga bertentangan dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB, seperti Resolusi 242 (1967), yang menyerukan penarikan pasukan Israel dari wilayah yang diduduki selama Perang Enam Hari dan menghormati batas-batas pra-1967. Pengakuan sepihak atas wilayah negara lain dalam peta resmi, tanpa adanya dasar hukum yang sah, dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum internasional dan memperburuk konflik yang sudah berlangsung lama.
OKI, sebagai organisasi yang mewakili negara-negara mayoritas Muslim, memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas politik dan hukum di kawasan Timur Tengah. Kecaman terhadap Israel ini menunjukkan solidaritas negara-negara anggota OKI dalam melindungi kedaulatan dan martabat dunia Arab. Langkah ini juga menggarisbawahi pentingnya penyelesaian damai berdasarkan prinsip-prinsip hukum internasional, termasuk hak penentuan nasib sendiri bagi Palestina.
Tindakan Israel tidak hanya melukai negara-negara Arab yang menjadi target klaim tersebut, tetapi juga memperburuk hubungan bilateral dan multilateralisasi konflik yang seharusnya dapat diselesaikan melalui dialog dan mediasi. Langkah OKI ini bertujuan untuk mengingatkan dunia internasional bahwa tindakan sepihak semacam ini tidak boleh dibiarkan tanpa tanggapan tegas.
Apa yang dilakukan Israel ini tentunya berpotensi memicu tuntutan hukum di forum internasional, seperti Mahkamah Internasional (ICJ), jika negara-negara yang dirugikan memilih jalur tersebut. Klaim teritorial sepihak tanpa dasar yang sah dapat dijadikan alasan untuk menggugat Israel atas pelanggaran hukum internasional.
Kecaman OKI juga dapat memperkuat posisi negara-negara Arab dalam forum multilateral, termasuk PBB, untuk menuntut Israel menghormati hukum internasional. Dalam konteks ini, diplomasi memainkan peran penting untuk memastikan bahwa tindakan semacam ini tidak diabaikan oleh masyarakat internasional.
Israel yang mengakui wilayah negara-negara Arab melalui peta resminya adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan norma geopolitik. Kecaman OKI mencerminkan pentingnya solidaritas regional dalam melawan tindakan ilegal dan mempertahankan tatanan hukum internasional.
Kini, diperlukan langkah lebih lanjut, baik melalui diplomasi maupun hukum internasional, untuk memastikan bahwa kedaulatan negara-negara Arab dihormati dan perdamaian di Timur Tengah dapat tercapai. Dalam hal ini hukum internasional harus menjadi landasan utama dalam menyelesaikan konflik. Klaim sepihak seperti ini tidak hanya merusak hubungan antarnegara tetapi juga mengancam stabilitas global tentunya.