Anak merupakan kelompok rentan yang berhak memperoleh perlindungan khusus dari negara. Salah satu isu penting terkait perlindungan anak adalah akses terhadap jaminan kesehatan, khususnya bagi anak-anak terlantar yang tidak memiliki orang tua atau keluarga yang mampu menanggung biaya hidup mereka. Pertanyaannya, apakah anak terlantar berhak mendapatkan jaminan kesehatan dari negara?
Jaminan Konstitusional bagi Anak Terlantar
Konstitusi Indonesia telah memberikan landasan kuat mengenai perlindungan anak terlantar. Pasal 34 ayat (1) UUD 1945 menyatakan, “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.” Ketentuan ini menegaskan kewajiban negara untuk hadir dalam memenuhi kebutuhan dasar, termasuk kesehatan, bagi anak-anak yang tidak memiliki penopang ekonomi.
Perlindungan Anak dalam Undang-Undang
Lebih lanjut, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak (perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002) mempertegas bahwa anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial. Negara berkewajiban memastikan agar tidak ada anak, termasuk anak terlantar, yang terabaikan hak dasarnya.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk Anak Terlantar
Melalui Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional serta UU No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), pemerintah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Anak terlantar masuk dalam kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang iurannya ditanggung oleh pemerintah.
Kementerian Sosial berperan melakukan pendataan anak terlantar agar dapat dimasukkan dalam daftar peserta BPJS Kesehatan PBI. Dengan demikian, mereka berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan masyarakat umum tanpa biaya.
Tantangan Implementasi
Meskipun kerangka hukum sudah jelas, implementasinya di lapangan tidak selalu mudah. Banyak anak terlantar yang tidak memiliki dokumen kependudukan sehingga sulit diakses oleh sistem jaminan kesehatan. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah melalui UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan jo. UU No. 24 Tahun 2013 mendorong percepatan pencatatan sipil, termasuk pemberian identitas bagi anak terlantar.
Selain itu, koordinasi antara dinas sosial, panti asuhan, dan fasilitas kesehatan perlu diperkuat agar anak-anak yang membutuhkan segera mendapat pelayanan tanpa terhambat birokrasi.
Secara hukum, anak terlantar memiliki hak penuh atas jaminan kesehatan yang wajib dipenuhi negara. Melalui konstitusi, undang-undang perlindungan anak, hingga sistem JKN, negara sudah menyiapkan instrumen perlindungan tersebut. Tantangannya kini terletak pada implementasi agar tidak ada anak terlantar yang tertinggal dari akses layanan kesehatan. Perlindungan kesehatan bagi anak terlantar bukan hanya kewajiban hukum, melainkan juga bentuk nyata keadilan sosial yang menjadi cita-cita bangsa.