Praperadilan: Benteng Kecil HAM yang Sering Diabaikan

Praperadilan adalah salah satu inovasi terbesar KUHAP. Ia lahir sebagai penerjemahan dari prinsip habeas corpus—perlindungan dasar HAM terhadap penyalahgunaan kewenangan .

Namun, dalam praktiknya, praperadilan sering dipersempit hanya sebatas uji sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan. Padahal, gagasan awalnya jauh lebih luas: forum untuk melawan tindakan sewenang-wenang aparat penegak hukum.

Praperadilan seharusnya menjadi instrumen kontrol yang kuat, bukan sekadar formalitas. Dengan putusan-putusan kreatif, hakim praperadilan bisa memperluas perlindungan HAM, misalnya dalam kasus korupsi atau pelanggaran prosedural serius.

Sayangnya, banyak pihak masih menganggap praperadilan sebagai “jalan pintas” bagi tersangka untuk bebas. Pandangan ini mereduksi esensinya sebagai benteng konstitusional.

Antimainstream-nya adalah menghidupkan kembali praperadilan sebagai simbol perlawanan terhadap negara yang lalai menjaga hak asasi.

Dengan memperkuat praperadilan, hukum acara pidana akan lebih berimbang: negara tetap kuat, tetapi individu juga terlindungi.

Jika praperadilan diposisikan secara visioner, ia bisa menjadi ikon reformasi hukum acara pidana di Indonesia.

Artikel Terkait

Rekomendasi