Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak gugatan mengenai pengujian Pasal 162 ayat (1) dan (2) UU No 10/2016 tentang Pilkada yang menghitung masa jabatan kepala daerah sejak pelantikan, menjadi salah satu contoh penegakan prinsip kepastian hukum dalam negara hukum. Dalam hal ini, MK menegaskan bahwa masa jabatan kepala daerah dimulai pada saat pelantikan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perundang-undangan yang sudah ditetapkan. Penolakan terhadap gugatan ini memperlihatkan bahwa hukum yang sudah diatur dalam UU harus dihormati dan dilaksanakan, memberikan kepastian bagi seluruh pihak yang terlibat dalam proses Pilkada. Dalam perspektif hukum positif, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum yang ditetapkan oleh negara melalui sistem perundang-undangan yang sah, keputusan MK ini sejalan dengan norma-norma hukum yang berlaku dan memberikan kejelasan yang dibutuhkan oleh masyarakat serta pihak-pihak terkait.
Selain itu, keputusan MK ini juga menunjukkan upaya dalam melindungi hak politik warga negara, khususnya hak untuk memilih dan dipilih dalam Pilkada. Hak ini dijamin oleh UUD 1945 dan UU lainnya yang mengatur penyelenggaraan Pilkada. Dalam konteks ini, MK tidak hanya menegakkan aturan yang ada, tetapi juga memberikan keadilan bagi seluruh peserta Pilkada. Dengan menguatkan ketentuan bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung sejak pelantikan, MK melindungi para calon kepala daerah dan masyarakat dari ketidakpastian hukum yang bisa menimbulkan ketidakadilan dalam pelaksanaan Pilkada. Hal ini juga mencerminkan prinsip keadilan distributif yang menghendaki agar hukum memberikan perlindungan yang adil kepada semua pihak tanpa diskriminasi.
Keputusan MK ini juga menegaskan kemandirian lembaga Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang memiliki fungsi untuk menguji undang-undang dan peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi negara. Putusan ini memperlihatkan bahwa MK bertindak sesuai dengan prinsip hukum yang objektif dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik atau opini publik yang tidak berdasarkan pada hukum. Dengan menegaskan bahwa masa jabatan kepala daerah dihitung sejak pelantikan, MK memastikan bahwa norma dasar yang berlaku di negara ini tetap terjaga dan dihormati. Hal ini juga sejalan dengan teori fungsi negara yang menggarisbawahi pentingnya peran lembaga-lembaga negara dalam menjaga integritas konstitusi dan menegakkan sistem hukum yang berkeadilan.
Selain itu, MK juga menegaskan bahwa putusannya bersifat prospektif, yang berarti hanya berlaku ke depan dan tidak berlaku surut (retroaktif). Prinsip ini penting dalam sistem hukum, karena menjamin bahwa keputusan hukum yang diambil oleh lembaga negara yang berwenang, dalam hal ini MK, memberikan kepastian hukum dan tidak merugikan pihak-pihak yang telah bertindak berdasarkan peraturan yang ada sebelumnya. Dalam konteks ini, MK memastikan bahwa keputusan tersebut berlaku untuk masa mendatang, memberikan kejelasan bagi pihak-pihak terkait, terutama pasangan calon (paslon) dalam Pilkada yang selama ini terombang-ambing dengan polemik terkait perhitungan masa jabatan kepala daerah.
Akhirnya, keputusan MK ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum dan aturan yang telah ditetapkan dalam sistem pemerintahan. Keputusan ini bukan hanya memberikan kepastian hukum bagi pasangan calon kepala daerah yang sedang berkompetisi dalam Pilkada, tetapi juga menunjukkan bahwa aturan yang ada harus diterima dan dilaksanakan demi menciptakan tatanan hukum yang adil. Prinsip hukum integritas, yang menekankan pentingnya konsistensi dalam penegakan hukum, tercermin dalam keputusan MK ini yang mengakhiri polemik hukum yang berkembang dan memberikan keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan.

Geofani Milthree Saragih adalah seorang peneliti hukum dan alumni Magister Hukum Universitas Sumatera Utara (USU). Ia aktif menulis buku dan jurnal hukum dengan fokus pada isu-isu hukum, politik, ekonomi, serta dinamika sosial dan budaya. Dengan pendekatan analitis dan berbasis data, karyanya berkontribusi dalam pengembangan kajian hukum di Indonesia. Komitmennya dalam menyajikan analisis yang mendalam menjadikannya salah satu penulis yang konsisten dalam menggali berbagai aspek hukum dan kebijakan publik.