Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) dikenal memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah. Sebagai wilayah di mana Ibu Kota Nusantara (IKN) akan berlokasi, Kaltim memiliki peran strategis dalam pengelolaan SDA yang berdampak pada kepentingan nasional. Sayangnya, praktik tambang ilegal, khususnya tambang batu bara dan lainnya, masih banyak ditemukan beroperasi tanpa tindakan tegas dari aparat penegak hukum, yang menyebabkan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Komisi III DPR RI telah mengidentifikasi berbagai masalah serius dalam penegakan hukum terkait SDA ini, baik melalui laporan masyarakat maupun dalam rapat kerja dengan mitra kerja terkait.
Masalah terbesar yang ditemukan adalah lemahnya penegakan hukum di sektor SDA yang menyebabkan kebocoran pendapatan negara. Padahal, Pasal 33 UUD 1945 menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ketentuan ini diperkuat oleh beberapa undang-undang di bidang SDA, seperti UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU Nomor 19 Tahun 2004 yang mengesahkan Perpu tentang Kehutanan, serta UU Nomor 18 Tahun 2013 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Di sektor perikanan, hal ini juga diatur dalam UU Nomor 45 Tahun 2009 yang merupakan perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Namun, walaupun sudah banyak aturan yang mengatur sektor SDA, penerimaan negara dari sektor-sektor ini masih belum memenuhi harapan. Kontribusi yang diberikan kepada masyarakat di sekitar tambang, pesisir, dan hutan juga sangat minim dan tidak sebanding dengan dampak lingkungan serta kerusakan sosial yang terjadi. Dengan latar belakang ini, Komisi III DPR RI merasa perlu untuk melakukan kunjungan kerja khusus ke Provinsi Kaltim guna melakukan pengawasan langsung atas penegakan hukum di sektor SDA demi menyelamatkan keuangan negara. Rikwanto, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, menyatakan bahwa terdapat kelemahan dalam sistem penegakan hukum di wilayah ini.
Dalam pertemuan tersebut, beberapa isu utama yang menjadi sorotan termasuk penambangan ilegal, pembalakan liar, penambangan emas tanpa izin (PETI), dan pengeboran minyak ilegal, yang masih marak baik yang sudah ditangani maupun yang belum. Menurut Rikwanto, Presiden RI telah memperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp 300 triliun dari sektor pertambangan. Ia menekankan pentingnya peran Polda Kaltim dan Kejati Kaltim untuk menyelidiki, menindak, dan mengatasi praktik-praktik ilegal ini secara serius. Komisi III DPR RI akan mendalami lebih jauh permasalahan hukum yang ada dan mencari solusi agar ke depan praktik ilegal seperti ini bisa dicegah dan proses hukum terhadap kasus-kasus SDA dapat berjalan lancar sesuai ketentuan tanpa intervensi dari pihak manapun.
Selain masalah SDA, kunjungan Komisi III DPR ini juga bertujuan untuk memantau keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) di Kalimantan Timur. Tindak kejahatan di provinsi ini menjadi isu penting, terutama dengan lonjakan jumlah kasus pada Semester I Tahun 2023 yang mencapai 3.270 kasus—naik 45 persen dibandingkan periode yang sama di tahun 2022. Meski demikian, tingkat penyelesaian tindak pidana di Semester I Tahun 2023 hanya sebesar 60 persen, turun signifikan dibandingkan dengan 80 persen pada periode yang sama di tahun 2022. Kondisi ini mendapat perhatian khusus dari Komisi III DPR untuk memastikan penegakan hukum dan kamtibmas di Kaltim bisa berjalan optimal. Rikwanto menekankan agar jangan sampai tidak ada upaya dari aparat terhadap praktik-praktik ilegal yang menyebabkan potensi kerugian negara, sehingga langkah pencegahan dan penegakan hukum harus diperkuat.
Berfokus pada penyediaan informasi terkini dan komprehensif mengenai berbagai isu hukum, regulasi, dan kebijakan di Indonesia.
Portal Hukum














