Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengemukakan wacana untuk memaafkan para koruptor yang bersedia mengembalikan uang hasil korupsi kepada negara. Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah pertemuan dengan mahasiswa Indonesia di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir, pada 18 Desember 2024. Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan, “Hai para koruptor atau yang merasa pernah mencuri dari rakyat, kalau kau kembalikan yang kau curi, ya mungkin kami maafkan,” dan menambahkan bahwa ada cara untuk mengembalikan uang tersebut secara diam-diam agar tidak ketahuan
Wacana ini menuai berbagai reaksi dari masyarakat dan pakar hukum. Banyak yang mempertanyakan keabsahan dan implikasi dari rencana tersebut, terutama karena konsep pengampunan untuk koruptor tidak diatur dalam sistem hukum Indonesia. Pakar hukum Bivitri Susanti menilai bahwa ide ini berpotensi menjadi upaya manipulasi hukum dan mengabaikan prinsip keadilan. Ia menekankan bahwa pengampunan semacam itu dapat menciptakan preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia
Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, membela wacana Prabowo dengan menyatakan bahwa presiden memiliki kewenangan untuk memberikan amnesti dan abolisi terhadap pelaku tindak pidana, termasuk korupsi. Menurutnya, langkah ini diambil dengan tujuan untuk memperbaiki ekonomi negara dan bukan sekadar menghukum pelaku[2][5]. Namun, kritik tetap muncul dari berbagai kalangan yang khawatir bahwa rencana ini akan mendorong lebih banyak tindakan korupsi di masa depan.
Eks Penyidik KPK Mochamad Praswad Nugraha juga mengungkapkan keprihatinan terhadap pernyataan Prabowo. Ia menilai bahwa memberi kesempatan kepada koruptor untuk “bertobat” dapat mendorong pejabat lain untuk melakukan tindakan serupa dengan harapan mendapatkan pengampunan di kemudian hari. Hal ini dapat merusak integritas sistem hukum dan kepercayaan publik terhadap pemerintah
Sementara itu, Menkum Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa pernyataan Prabowo bukan berarti membebaskan pelaku korupsi dari hukuman secara otomatis. Ia menegaskan bahwa setiap pengampunan harus melalui proses yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Supratman juga menyatakan bahwa presiden akan mempertimbangkan berbagai faktor sebelum mengambil keputusan terkait pengampunan
Kritik terhadap wacana ini semakin meluas di media sosial dan kalangan publik. Banyak netizen menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap ide memaafkan koruptor, dengan beberapa menyebutnya sebagai langkah mundur dalam upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Mereka khawatir bahwa kebijakan ini akan mengurangi efek jera bagi pelaku kejahatan dan merugikan masyarakat yang menjadi korban korupsi
Dalam menghadapi kontroversi ini, Prabowo dan timnya diharapkan dapat memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai rencana tersebut serta bagaimana implementasinya akan dilakukan tanpa melanggar prinsip-prinsip hukum yang ada. Keberlanjutan wacana ini akan menjadi sorotan penting bagi pemerintahan Prabowo ke depan, terutama dalam konteks komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi dan transparansi dalam pengelolaan Negara