Kebijakan Hukum Pemberian Sanksi Terhadap Notaris Yang Melakukan Tindak Pidana Narkotika

Ilustrasi Okum Notaris (www.inanews.co.id).
Ilustrasi Okum Notaris (www.inanews.co.id).

Notaris harus mematuhi seluruh kaidah moral yang telah hidup dan berkembang dimasyarakat. Selain dari adanya tanggung jawab dan etika profesi, adanya integritas dan moral yang baik merupakan persyaratan penting yang harus dimiliki oleh seorang Notaris. Dalam Pasal 12 UU Jabatan Notaris menjelaskan bahwa, Notaris dapat diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia atas usul Majelis Pengawas. Beberapa hal yang dapat menyebabkan Notaris dikenakan pemberhentian tidak hormat ialah dijatuhi pailit, berada di bawah pengampuan, apabila melakukan perbuatan yang merendahkan kehormatan dan martabat seperti berzina, melakukan pelanggaran berat terhadap larangan dan kewajiban jabatan berdasarkan UU Jabatan Notaris dan dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan, termasuk melakukan penyalahgunaan narkotika.

UU Jabatan Notaris menjelaskan bahwa, Notaris hanya dapat diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penjatuhan sanksi pemberhentian sementara hanya dapat dilakukan oleh Majelis Pengawas Pusat yang kemudian Majelis Pengawas Pusat memberikan usulan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia agar dijatuhi sanksi pemberhentian dengan tidak hormat. Mengenai pemberhentian tidak hormat Notaris diatur di dalam Pasal 13 UU Jabatan Notaris yang dijatuhkan kepada Notaris dijatuhi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau lebih.

Menjadi seorang profesional tentunya menjalankan fungsi profesinya dengan sikap profesionalisme artinya seorang yang bekerja profesi harus mengesampingkan kepentingan pribadi dan mendahulukan kepentingan masyarakat yang membutuhkan. Menjalankan profesi harus menyesuaikan dengan jam pekerjaan sebagaimana diatur undang-undang dan sesuai kebutuhan profesi tersebut di masyarakat, seperti halnya sebagai profesi notaris. Profesi notaris merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus, pengetahuan yang luas dalam bidangnya, dan integritas yang tinggi dalam menjalankan profesi sebagai notaris. Artinya untuk menjadi seorang notaris tentunya harus memenuhi beberapa syarat sebagaimana di tentunkan peraturan perundang-undangan.

Konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban hukum adalah Konsep tanggung jawab hukum, dalam arti bertanggung jawab atas sanksi karena melanggar hukum. Bertanggung jawab mengandung pengertian tentang penyebab tanggung jawab dan dapat dilaksanakan Dalam hal dilakukan secara langsung atau tidak langsung oleh orang lain, tapi di bawah kendali atau pengawasannya. Beralih Jika notaris terbukti melanggar peraturan yang berlaku Dalam “Hukum Jabatan Notaris”, Notaris terkait akan menghadapi Menurut UUJN, sanksi dijatuhkan berdasarkan jenis pelanggarannya.

Untuk membuktikan apakah seorang Notaris terlibat atau tidak dalam suatu tindak pidana maka harus dilakukan proses penyidikan oleh pihak yang berwenang. Menurut Pasal 66 ayat (1) undang-undang Nomor 2 Tahun 2014 pemanggilan.

Notaris untuk proses penyidikan yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Majelis Kehormatan Notaris. Prosedur untuk memperoleh persetujuan dari Majelis Kehormatan Notaris adalah Penyidik harus memberikan surat permohonan kepada Majelis Kehormatan Notaris untuk melakukan proses penyidikan kepada Notaris yang diduga melakukan tindak pidana. Dalam hal ini Majelis Kehormatan Notaris diberikan jangka waktu selama tiga puluh hari untuk memberikan jawaban kepada penyidik apakah menerima atau menolak permohonan penyidikan.

Dalam jangka waktu yang telah diberikan tersebut tidak terdapat jawaban dari Majelis Kehormatan Notaris maka permohonan tersebut dianggap telah disetujui. Dengan syarat bahwa jangka waktu telah terlewati, jika sebelum jangka waktu tersebut maka masih harus menunggu jawaban dari Majelis Kehormatan Notaris. Permohonan penyidikan juga bisa ditolak oleh Majelis Kehormatan Notaris dengan memberikan alasan yang jelas mengenai penolakannya kepada penyidik. Tidak dijelaskan didalam UUJN batasan mengenai penerimaan dan penolakan yang bisa dilakukan oleh Majelis Kehormatan Notaris, sehingga dapat dimungkinkan jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh Notaris maka Majelis Kehormatan Notaris sendiri yang melakukan pembinaan terhadap Notaris yang nakal dengan tujuan menjaga nama baik organisasi Notaris.

Untuk melindungi kepentingan masyarakat umum dan menjamin pelaksanaan Jabatan Notaris yang dipercayakan oleh undang-undang dan masyarakat, maka adanya pengaturan secara hukum mengenai pengawasan terhadap pelaksanaan Jabatan Notaris sangat tepat, dengan adanya Kode Etik Notaris adalah untuk mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis dan memberikan arah serta menjamin mutu moral anggotanya. Pemegang profesi dituntut mengutamakan profesinya secara bertanggung jawab. Pengawasan dan pembinaan terhadap perilaku Notaris yang diatur dalam Kode Etik Profesi dan Pelaksanaan Jabatan Notaris yang diatur dalam UU Jabatan Notaris, Pasal 67 ayat (1) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk Majelis Pengawas Notaris secara berjenjang dari mulai Majelis Pengawas Daerah (MPD), Majelis Pengawas Wilayah (MPW), Majelis Pengawas Pusat (MPP).

Majelis Pengawas menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya pelanggaran atas Kode Etik Notaris atau pelanggaran ketentuan dalam UU Jabatan Notaris. Notaris dapat dikenakan sanksi lisan atau tertulis oleh Majelis Pengawas Wilayah atas laporan dari Majelis Pengawas Daerah. Majelis Pengawas Wilayah hanya dapat memberikan usulan kepada Majelis Pengawas Pusat agar Notaris dikenakan pemberhentian sementara atau pemberhentian tidak hormat.

Tindakan represif merupakan segala Tindakan yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah terjadinya tindak pidana. Tindakan Represif lebih menitikberatkan terhadap orang yang melakukan tindak pidana, yaitu antara lain dengan memberikan hukuman (pidana) yang setimpal atas perbuatannya. Tindakan Represif bertujuan agar dipandang sebagai pencegahan untuk masa yang akan dating. Penanggulangan kejahatan lewat jalur non Penal adalah upaya penanggulangan kejahatan yang bersifat Preventif yaitu upaya-upaya pencegahan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kejahatan. Upaya-upaya pencegahan ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Pencegahan ini lebih mudah dan akan mendapatkan hasul yang memuaskan atau mencapai tujuan. Tindakan Preventif dapat dilakukan oleh penegak hukum seperti penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat pada umumnya dan remaja khususnya baik di sekolahan maupun di organisasi remaja.

Artikel Terkait

Rekomendasi