Walaupun istilah Politik Hukum sudah lama dikenal, namun penerimaannya sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri masih terbatas. Banyak fakultas hukum di Indonesia masih memposisikan Politik Hukum sebagai bagian dari mata kuliah lain, bukan sebagai bidang kajian yang mandiri. Hal ini memperlihatkan adanya ketertinggalan dalam mengakui kompleksitas dan kekhasan kajian yang ditawarkan oleh Politik Hukum.
Sebagian akademisi berpendapat bahwa Politik Hukum hanyalah bagian dari kajian hukum atau politik, bukan sebagai disiplin tersendiri. Namun, jika dilihat secara mendalam, Politik Hukum bukan sekadar mengamati hukum dari sudut politik, tetapi justru menganalisis bagaimana kekuasaan dan kebijakan memengaruhi sistem hukum dalam kerangka teoritis dan praktis. Di sinilah letak kekhasannya yang membedakan dari cabang ilmu hukum lainnya.
Penilaian terhadap status ilmiah Politik Hukum menuntut pembahasan yang bersifat filosofis. Dalam kerangka filsafat ilmu, setiap cabang ilmu harus memiliki kejelasan mengenai objek kajian (ontologi), metode perolehan pengetahuan (epistemologi), serta manfaat dan tujuan ilmu tersebut (aksiologi). Tanpa ketiga dasar ini, suatu bidang tidak bisa disebut sebagai ilmu dalam pengertian akademik yang utuh.
Politik Hukum jelas memiliki ontologi yang spesifik, yakni keterkaitan antara hukum dan kebijakan politik. Epistemologinya terbuka terhadap pendekatan kualitatif maupun kuantitatif dari berbagai disiplin, dan aksionya tampak nyata dalam peranannya membentuk arah pembangunan hukum nasional. Ini memperkuat argumen bahwa Politik Hukum adalah ilmu normatif sekaligus praktis yang sangat dibutuhkan dalam pembangunan sistem hukum.
Oleh karena itu, tantangan terbesar bagi pengembangan Politik Hukum adalah membangun kesadaran akademik dan kurikulum yang menempatkannya sebagai ilmu yang mandiri. Diperlukan keberanian dari kalangan akademisi hukum untuk memformulasikan Politik Hukum sebagai mata kuliah utama, bukan lagi sekadar pelengkap, demi menguatkan kontribusinya terhadap sistem hukum nasional.