Menteri Hak Asasi Manusia (HAM), Natalius Pigai, memberikan pernyataan resmi terkait isu kontroversial pertukaran data pribadi warga Indonesia yang dilakukan dengan Amerika Serikat (AS) dalam kesepakatan perdagangan yang baru-baru ini diumumkan.
Pigai menyatakan bahwa pertukaran data pribadi Indonesia ke AS tidak melanggar hak asasi manusia (HAM) karena telah masuk dalam poin resmi kesepakatan pemerintah Indonesia dan AS untuk penurunan tarif dagang yang diprakarsai Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Donald Trump. Pernyataan ini disampaikan Natalius Pigai pada konferensi pers di Jakarta, Jumat, 26 Juli 2025.
Menurut Pigai, data pribadi yang dipertukarkan adalah bagian dari komitmen bilateral yang transparan dan telah melalui proses verifikasi serta regulasi perlindungan data sesuai ketentuan hukum nasional dan internasional. “Ini bukan pelanggaran HAM karena kedua negara sepakat secara teknis dan legal untuk hal ini sebagai bagian dari paket kesepakatan perdagangan,” ujarnya.
Kesepakatan penurunan tarif ekspor produk Indonesia ke AS secara resmi diumumkan pada pertengahan Juli 2025. Presiden Prabowo dan Presiden Donald Trump menyepakati pengurangan tarif impor dari 32 persen menjadi 19 persen. Sebagai bagian dari kesepakatan itu, kedua negara juga mencapai poin penting mengenai pengaturan perdagangan digital dan akses transfer data pribadi untuk mendukung perdagangan elektronik dan keamanan data.
Pigai menambahkan bahwa isu kebocoran data yang ramai dibicarakan di masyarakat merupakan kekhawatiran yang sudah diantisipasi dalam kesepakatan dan pengawasan ketat oleh otoritas terkait. Pemerintah Indonesia tetap memegang kendali penuh dan berprinsip menjaga privasi dan keamanan data warga negaranya.
Dia menegaskan bahwa perlu dipahami secara utuh, bahwa pertukaran data pribadi ini dilandasi oleh kepentingan strategis dan ekonomi untuk mendukung hubungan dagang yang saling menguntungkan di tengah globalisasi serta sebagai upaya mereduksi tarif impor yang membebani produk Indonesia di pasar AS.
Kepala Otoritas Perlindungan Data Indonesia (OPDI), Dr. Ratna Wijayanti, mengonfirmasi bahwa mekanisme pertukaran data tersebut telah dikaji oleh lembaga pengawas dan telah disesuaikan dengan UU Perlindungan Data Pribadi yang baru diberlakukan di Indonesia, sehingga tidak bertentangan dengan hak warga negara.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan bahwa kesepakatan dengan AS termasuk penurunan tarif dan pengaturan transfer data adalah hasil terbaik yang berhasil diraih melalui negosiasi intensif sejak awal 2025. Semua langkah tersebut mengambil ancang-ancang perlindungan kedaulatan data nasional.
Kesepakatan ini juga memuat komitmen Indonesia untuk membuka pasar lebih luas bagi produk energi dan pertanian Amerika dengan nilai miliaran dolar, sekaligus mendorong investasi dan kerja sama teknologi digital yang dipandang akan memperkuat daya saing industri nasional.
Publikasi resmi dari Gedung Putih pada 22 Juli 2025 menjelaskan bahwa selain penurunan tarif, kedua pihak sepakat untuk menghapus hambatan perdagangan digital yang meliputi izin transfer data cross-border yang diperlukan untuk mendukung operasi bisnis dan perlindungan konsumen bersama.
Meskipun sempat menimbulkan polemik di kalangan netizen dan kelompok pemerhati privasi data, Natalius Pigai optimis bahwa pemerintah telah transparan dan bertanggung jawab dalam implementasi kesepakatan tersebut.
Pengamat kebijakan digital dan HAM, Prof. Dewi Saraswati dari Universitas Indonesia, menilai bahwa kesepakatan ini memang harus diikuti dengan penguatan regulasi dan pengawasan demi memastikan keamanan data tetap terjaga tanpa menghambat laju pertumbuhan ekonomi digital nasional.
“Kesepakatan ini adalah hasil kerja sama yang saling menguntungkan, antara peningkatan akses pasar dengan jaminan perlindungan HAM, termasuk keamanan data pribadi,” tutup Pigai di akhir konferensi pers.
Kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut dari dialog dan pertemuan tingkat tinggi yang terjadi sepanjang kuartal pertama dan kedua tahun 2025, dengan tujuan utama menurunkan beban tarif impor serta memperkuat kerja sama strategis di bidang teknologi dan energi.
Pemerintah Indonesia saat ini tengah menyiapkan mekanisme pemantauan dan audit rutin dalam implementasi kesepakatan, termasuk aspek perlindungan data yang akan melibatkan banyak pemangku kepentingan dari sektor publik maupun swasta.
Sementara itu, sebagian kalangan tetap menyoroti pentingnya pengawasan independen dan legislasi yg ketat untuk melindungi privasi warga Indonesia di era digitalisasi perdagangan internasional yang semakin kompleks.
Dari sisi ekonomi, penurunan tarif impor dari 32 persen ke 19 persen diprediksi akan menurunkan biaya ekspor Indonesia ke AS dan meningkatkan daya saing produk dalam negeri, utamanya di sektor manufaktur dan pertanian. Kerja sama strategis ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk memperluas akses teknologi bersih dan energi hijau, sesuai dengan agenda transformasi energi nasional yang terus didorong oleh pemerintah. Seiring dengan itu, negoisasi lanjutan antara Indonesia dan AS masih akan berlangsung untuk menguatkan perlindungan hukum dan memastikan bahwa hak-hak warga negara tetap dijaga secara maksimal.
Sumber
https://www.hukumonline.com/berita/a/trump-umumkan-tarif-ekspor-19-persen-untuk-produk-indonesia–pemerintah-perlu-waspadai-risiko-jangka-panjang-lt68785782e52f8/
https://www.bbc.com/indonesia/articles/c9w125qepe5o