Senator sekaligus calon presiden Kolombia, Miguel Uribe Turbay, mengalami penembakan serius saat menggelar kampanye di taman distrik Fontibon, Bogota, pada Sabtu, 7 Juni 2025. Ia ditembak tiga kali, dua di antaranya mengenai kepala dan satu di lutut, sehingga saat ini berada dalam kondisi kritis dan menjalani operasi bedah saraf di Rumah Sakit Santa Fe Foundation. Pelaku penembakan, seorang remaja berusia 15 tahun, telah ditangkap di lokasi kejadian.
Insiden penembakan ini memicu kecaman luas dari berbagai pihak, termasuk pemerintah Kolombia di bawah Presiden Gustavo Petro yang menyebut serangan tersebut sebagai tindakan kekerasan yang mengancam demokrasi negara. Presiden Petro juga menyatakan bahwa kegagalan dalam protokol keamanan akan diselidiki secara menyeluruh. Pemerintah bahkan menawarkan hadiah sekitar 730 ribu dolar AS bagi siapa saja yang memberikan informasi terkait pelaku dan motif penyerangan.
Penembakan ini menjadi puncak dari eskalasi kekerasan yang mengiringi pemilu Kolombia 2025-2026. Menurut pengamat politik dari Universitas Nasional Kolombia, Dr. Alejandro Ramirez, meningkatnya ketegangan politik disebabkan oleh polarisasi tajam antara kubu konservatif dan progresif, serta adanya kelompok-kelompok bersenjata yang memanfaatkan situasi untuk memperlebar konflik. “Pemilu kali ini menjadi sangat berbahaya karena retorika politik yang memanas dan lemahnya pengamanan terhadap tokoh-tokoh penting,” ujarnya dalam wawancara eksklusif di Bogota.
Selain itu, Dr. Ramirez menyoroti peran media sosial yang mempercepat penyebaran ujaran kebencian dan informasi palsu, sehingga memperburuk situasi. “Media sosial menjadi medan pertempuran baru yang memicu kekerasan fisik di dunia nyata,” tambahnya. Hal ini diperkuat oleh laporan lembaga pemantau demokrasi yang mencatat peningkatan signifikan insiden kekerasan politik sejak awal tahun 2025.
Pakar keamanan dari Institut Studi Keamanan Amerika Latin, Prof. Maria Gonzalez, menilai bahwa lemahnya koordinasi antara aparat keamanan dan badan intelijen menjadi faktor utama kegagalan pengamanan calon presiden. “Protokol keamanan harus diperketat, terutama bagi kandidat yang memiliki risiko tinggi menjadi target,” katanya dalam seminar di Cartagena, 6 Juni 2025. Prof. Gonzalez juga mengingatkan perlunya reformasi sistem keamanan pemilu untuk mencegah insiden serupa di masa depan.
Motif penembakan terhadap Miguel Uribe masih dalam penyelidikan intensif. Menteri Pertahanan Kolombia, Pedro Sanchez, menyatakan bahwa pihak berwenang tengah mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain di balik aksi tersebut. “Kami mengerahkan seluruh kemampuan militer, polisi, dan intelijen untuk mengungkap jaringan di balik serangan ini,” ujarnya saat mengunjungi rumah sakit tempat Uribe dirawat.
Kondisi politik Kolombia yang penuh gejolak juga dipengaruhi oleh sejarah panjang konflik bersenjata dan ketidaksetaraan sosial. Pengamat politik internasional dari Universitas Harvard, Dr. Laura Mitchell, menilai bahwa ketegangan ini mencerminkan kegagalan proses rekonsiliasi pasca-perang saudara dan perlunya dialog inklusif. “Pemilu ini bukan hanya soal politik elektoral, tapi juga ujian bagi stabilitas sosial dan perdamaian di Kolombia,” katanya dalam konferensi virtual pada 7 Juni 2025.
Presiden Chile Gabriel Boric dan Presiden Ekuador Daniel Noboa turut mengecam keras insiden ini, menegaskan bahwa tidak ada ruang bagi kekerasan dalam demokrasi dan mengutuk segala bentuk intoleransi. Pernyataan solidaritas ini menunjukkan keprihatinan regional terhadap eskalasi kekerasan politik di Kolombia yang berpotensi berdampak pada stabilitas kawasan Amerika Latin.
Sementara itu, keluarga dan pendukung Miguel Uribe menggelar doa bersama di luar rumah sakit, berharap kesembuhan sang calon presiden. Istri Uribe, Maria Claudia Tarazona, melalui akun media sosialnya mengimbau masyarakat untuk mendoakan keselamatan suaminya yang tengah berjuang melawan luka-luka serius akibat penembakan.
Kejadian ini juga menimbulkan kekhawatiran terhadap proses demokrasi di Kolombia yang tengah berlangsung. Banyak pihak menilai bahwa insiden kekerasan seperti ini dapat mengganggu jalannya pemilu dan menurunkan partisipasi pemilih.
Pemerintah Kolombia berjanji akan memperkuat pengamanan terhadap semua kandidat presiden dan meningkatkan kerja sama dengan lembaga internasional untuk menjamin keamanan pemilu. Menteri Pertahanan Pedro Sanchez menegaskan, “Kami tidak akan membiarkan kekerasan menghalangi proses demokrasi. Semua pihak harus menghormati hak politik dan keselamatan setiap warga negara.”
Hingga saat ini, penyelidikan terhadap pelaku dan motif penembakan masih berlangsung. Polisi telah menyita senjata api jenis Glock 9mm yang digunakan dalam serangan dan memeriksa jaringan pelaku. Dugaan keterlibatan kelompok kriminal atau politik masih menjadi fokus utama penyidikan.
Insiden ini menjadi peringatan keras bagi Kolombia dan negara-negara lain yang tengah menghadapi pemilu di tengah situasi sosial yang rentan. Para pakar menekankan pentingnya dialog damai, penguatan institusi keamanan, dan penegakan hukum yang tegas untuk mencegah kekerasan politik yang dapat merusak demokrasi.
Dengan kondisi Miguel Uribe yang masih kritis, masa depan politik Kolombia kini berada dalam ketidakpastian. Namun, pemerintah dan masyarakat berharap agar proses hukum dan demokrasi tetap berjalan dengan aman dan adil demi masa depan negara yang lebih stabil dan damai.
Sumber
https://www.tempo.co/internasional/kandidat-presiden-kolombia-ditembak-saat-berkampanye–1673283
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cg4vdkpqp92o