AJI Nilai Lemahnya Penegakan Hukum Sebabkan Kekerasan terhadap Jurnalis Terus Terjadi

Author Photoportalhukumid
07 Apr 2025
30821234121-maxresdefault

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Nany Afrida, menyampaikan keprihatinannya atas terus berulangnya kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Menurutnya, penyebab utama dari kondisi ini adalah lemahnya penegakan hukum pidana yang seharusnya memberikan perlindungan nyata kepada para pekerja pers. Ia menilai bahwa sistem hukum saat ini belum sepenuhnya berpihak pada korban, khususnya jurnalis, sehingga banyak kasus kekerasan terhadap awak media yang tidak kunjung menemukan kejelasan penyelesaian.

“Banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis yang tidak berakhir dengan keadilan bagi korban. Kalaupun diproses hukum, vonis yang dijatuhkan sering kali dinilai terlalu ringan. Hal ini memperparah kondisi kerentanan yang dihadapi jurnalis dalam menjalankan tugasnya di lapangan,” ujar Nany dalam wawancara dengan Kompas.com pada Senin, 7 April 2025.

Ia juga menyoroti fenomena banyaknya jurnalis yang enggan melanjutkan proses hukum setelah menjadi korban kekerasan, karena pelaku hanya menyampaikan permintaan maaf secara informal. Menurut Nany, langkah semacam itu tidak cukup dan justru membuka ruang terjadinya kekerasan serupa di masa mendatang.

Padahal, secara normatif, tindakan kekerasan terhadap jurnalis jelas merupakan pelanggaran hukum yang seharusnya diproses secara pidana. Hal ini telah ditegaskan dalam Pasal 18 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang menyebutkan bahwa segala bentuk kekerasan, intimidasi, atau upaya menghalangi kerja jurnalistik merupakan pelanggaran hukum yang harus ditindak tegas.

“UU Pers telah memberikan perlindungan secara eksplisit terhadap kegiatan jurnalistik. Maka dari itu, ketika terjadi kekerasan terhadap jurnalis, aparat penegak hukum tidak boleh tinggal diam. Penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas untuk menciptakan efek jera,” tegas Nany.

Lebih lanjut, AJI Indonesia mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum, termasuk kepolisian, untuk menunjukkan komitmen nyata dalam menghormati dan melindungi kebebasan pers. Menurut Nany, sudah saatnya negara hadir dan mengambil tanggung jawab dalam menyelesaikan kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis secara tuntas dan berkeadilan.

“Kasus-kasus yang telah dilaporkan ke pihak berwajib harus ditindaklanjuti dengan serius. Jangan sampai ada kesan bahwa aparat melindungi pelaku kekerasan hanya karena memiliki jabatan atau posisi tertentu,” tambahnya.

Pernyataan AJI ini muncul menyusul peristiwa terbaru yang kembali mencoreng wajah kebebasan pers di Indonesia. Pada Sabtu, 5 April 2025, terjadi insiden intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis saat meliput kegiatan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), Jenderal Listyo Sigit Prabowo, di Stasiun Tawang, Semarang, Jawa Tengah.

Kejadian bermula ketika Kapolri mendatangi seorang penumpang yang menggunakan kursi roda. Sejumlah jurnalis, termasuk fotografer berita dan tim humas dari berbagai instansi, sedang menjalankan tugas peliputan dengan jarak yang masih wajar. Namun, suasana berubah tegang saat seorang anggota polisi yang diduga ajudan Kapolri, yakni Ipda Endry Purwa Sefa, mendesak para jurnalis untuk mundur dengan nada tinggi dan sikap yang kasar.

Situasi semakin memanas ketika salah satu pewarta foto dari Kantor Berita Antara Foto, Makna Zaezar, memilih menjauh demi meredakan ketegangan. Namun tindakan profesional tersebut tidak menghindarkannya dari kekerasan. Endry justru mengejarnya hingga ke area peron dan memukulnya dengan tangan, tindakan yang jelas mencederai kebebasan pers dan menunjukkan arogansi kekuasaan.

Insiden ini menuai kecaman luas dari kalangan jurnalis dan masyarakat sipil. Bahkan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merasa perlu menyampaikan permintaan maaf secara langsung atas perilaku bawahannya. Meski demikian, AJI menilai permintaan maaf saja tidak cukup. Diperlukan langkah konkret berupa penegakan hukum terhadap pelaku sebagai bentuk perlindungan terhadap kebebasan pers dan penegasan bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak dapat ditoleransi dalam negara hukum.

AJI mengingatkan bahwa tugas jurnalis adalah bagian dari pilar demokrasi, dan segala bentuk kekerasan terhadap mereka merupakan ancaman langsung terhadap hak publik untuk memperoleh informasi yang akurat dan independen. Karena itu, perlindungan hukum yang kuat, adil, dan berpihak pada korban adalah keharusan yang tak bisa ditawar.

Sumber:
https://nasional.kompas.com/read/2025/04/07/14150721/aji-sebut-kekerasan-terhadap-jurnalis-berulang-karena-hukum-lemah

Artikel Terkait

Rekomendasi