Ahli Hukum Soroti Pentingnya Hak Imunitas Jaksa dalam Revisi UU Kejaksaan

Author Photoportalhukumid
13 Feb 2025
Ilustrasi Jaksa (https://www.its.ac.id/news/2022/07/22/menilik-peran-kejaksaan-dalam-tegakkan-supremasi-hukum-indonesia/22191-ilustrasi-jaksa-agung-muda-pidana-militer-jampidmil/).
Ilustrasi Jaksa (https://www.its.ac.id/news/2022/07/22/menilik-peran-kejaksaan-dalam-tegakkan-supremasi-hukum-indonesia/22191-ilustrasi-jaksa-agung-muda-pidana-militer-jampidmil/).

Sejumlah pakar hukum pidana menyoroti urgensi dari hak imunitas bagi jaksa yang tertuang dalam Revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Mereka mempertanyakan apakah hak imunitas tersebut benar-benar diperlukan, mengingat potensi penyalahgunaan wewenang yang dapat terjadi jika aturan tersebut diterapkan.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting, menyampaikan kekhawatirannya bahwa hak imunitas dapat membuat jaksa seolah-olah kebal hukum. Menurutnya, prinsip equality before the law harus tetap ditegakkan, di mana semua orang, termasuk jaksa, memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Ia menilai, adanya hak imunitas bagi jaksa dalam sistem peradilan pidana justru dapat menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

“Hak imunitas jaksa dalam sistem peradilan pidana yang saat ini kita diskusikan memicu polemik, karena dikhawatirkan akan memberikan kekebalan hukum kepada jaksa jika melakukan tindak pidana,” kata Jamin dalam diskusi publik di Jakarta, Kamis 13 Februari 2025.

Ia menyoroti Pasal 8 Ayat 5 Undang-Undang Kejaksaan yang menyebutkan bahwa pemanggilan, pemeriksaan, hingga penahanan terhadap jaksa hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Jaksa Agung. Menurutnya, aturan ini dapat menimbulkan ketidakseimbangan dalam proses penegakan hukum, di mana aparat penegak hukum lain seperti polisi dan hakim harus tunduk pada persetujuan Jaksa Agung dalam menangani perkara yang melibatkan jaksa.

“Bayangkan jika ada jaksa yang diduga melakukan tindak pidana, proses hukum bisa terhambat hanya karena menunggu persetujuan dari Jaksa Agung. Ini membuka celah bagi tersangka jaksa untuk melarikan diri,” ujarnya. Jamin juga menambahkan bahwa perlindungan terhadap jaksa sebenarnya sudah cukup melalui ketentuan perintangan penyidikan tanpa perlu adanya hak imunitas tambahan.

Pendapat serupa disampaikan oleh Basuki, anggota Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia. Ia menilai bahwa tidak adanya mekanisme yang rinci dan jelas dalam pelaksanaan hak imunitas tersebut justru dapat meningkatkan risiko penyalahgunaan wewenang. Hingga saat ini, menurut Basuki, belum ada alasan kuat yang menunjukkan bahwa hak imunitas bagi jaksa merupakan kebutuhan mendesak.

“Jaksa sudah difasilitasi oleh negara dengan berbagai perlindungan dan sarana untuk menjalankan tugasnya secara profesional. Jadi, cukup bagi jaksa untuk bekerja sesuai aturan hukum yang berlaku tanpa harus diberikan hak imunitas,” kata Basuki. Ia menambahkan bahwa bekerja dengan profesional dan berpegang teguh pada hukum seharusnya sudah menjadi jaminan keamanan bagi setiap jaksa.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Peradi Serang, Shanty Wildhaniyah, juga menolak keberadaan hak imunitas tersebut. Ia menyatakan bahwa hak imunitas memang diperlukan dalam konteks tertentu, seperti saat jaksa sedang menjalankan tugas resmi. Namun, hak ini tidak boleh digunakan sebagai tameng untuk menghindari tanggung jawab hukum atas perbuatan pidana.

Menurut Shanty, fenomena yang terjadi di lapangan justru menunjukkan bahwa lebih banyak advokat yang dikriminalisasi dibandingkan dengan jaksa. Oleh karena itu, ia menilai bahwa urgensi hak imunitas bagi jaksa sangat rendah. “Hak imunitas bagi jaksa justru bisa menimbulkan kekacauan dalam penegakan hukum dan membuka ruang bagi penyalahgunaan wewenang,” tegasnya. Shanty secara tegas meminta agar ketentuan hak imunitas dalam Undang-Undang Kejaksaan dihapuskan.

“Hak imunitas ini berpotensi memberikan kekebalan hukum kepada jaksa yang menyalahgunakan kewenangan mereka. Sebaiknya, ketentuan ini dihilangkan demi menjaga integritas sistem hukum kita,” tutupnya.

Dengan berbagai pendapat dari para ahli tersebut, jelas bahwa keberadaan hak imunitas jaksa masih menjadi perdebatan serius. Sementara sebagian pihak menilai hak imunitas diperlukan untuk melindungi independensi jaksa, banyak juga yang melihatnya sebagai ancaman terhadap prinsip keadilan dan kesetaraan hukum. Bagaimanapun, regulasi ini perlu dikaji ulang dengan cermat agar tidak menciptakan celah bagi penyalahgunaan kekuasaan yang justru merugikan masyarakat dan melemahkan sistem hukum di Indonesia.

Sumber:
https://www.tribunnews.com/nasional/2025/02/13/pakar-hukum-pertanyakan-urgensi-hak-imunitas-jaksa-dalam-revisi-uu-kejaksaan

Artikel Terkait

Rekomendasi