Pencucian Uang Pejabat Korup Dengan Melakukan Perampasan Aset Dan Pembuktian Terbalik Dalam Pembaharuan Hukum

Author PhotoHELEN MUTIARA SILABAN
10 Dec 2024
IMG_1163

Di Indonesia, praktik pencucian uang (money laundering) sering dikaitkan dengan tindak pidana korupsi. Tujuan paling umum praktik kotor ini yakni menyamarkan asal-usul uang seolah berasal dari aktivitas legal. Bisa di bilang pencucian uang adalah untuk memperkaya diri sendiri dengan berupaya mengaburkan asal-usul uang atau aset yang didapatkan dari cara yang tidak wajar atau ilegal seperti korupsi, terorisme, perampokan, perdagangan manusia, narkoba, illegal fishing, dan sebagainya.

Merampas aset secara pidana, perdata, dan administratif untuk pencucian uang sebenarnya telah diatur dalam hukum positif Indonesia. Namun  demikian,  dalam  regulasi  dan  pelaksanaannya  masih  terdapat  rekahan  hukum  yang dapat  dimanfaatkan  oleh  pelaku  kejahatan.  Hal  ini  berakibat  tujuan  pemidanaan  yang  bukan terbatas  pada  pelaku  secara  represif  melalui  maksimal  ancaman  pidana,  tetapi  juga  untuk preventif tindak pidana melalui penelusuran dan pengembalian aset yang dihasilkan dari tindak pidana  belum  tercapai.  Dengan  belum  tercapainya  tujuan  pemidanaan terhadap  pencucian  uang,  maka  keadilan  hukum  bagi  negara  dan  masyarakat  sebagai  korban dari pelaku kejahatan pencucian uang belum terwujud.

Untuk   meningkatkan   efektivitas perampasan aset dan pembuktian terbalik dalam memerangi pencucian uang oleh pejabat korup, berikut  adalah  beberapa  pembaharuan  hukum  yang  diperlukan  beserta  dasar  hukumnya:

(1) Memperkuat  Undang-Undang  Perampasan  Aset  (Undang-Undang  Nomor  8  Tahun  2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi), dengan menyempurnakan ketentuan-ketentuan terkait prosedur  identifikasi,  penyitaan,  dan  pengelolaan  aset  yang  disita,  Memperluas  lingkup  aset yang dapat disita untuk mencakup aset-aset yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi dan Menetapkan sanksi yang lebih tegas bagi pelanggaran terkait perampasan aset, termasuk bagi pejabat  yang  menghalangi  proses  perampasan.

(2).  Revisi  Peraturan  Pembuktian  TerbalikMenetapkan  standar  yang  lebih  jelas  dan  objektif  mengenai  bukti  awal  yang  memadai  untuk mengalihkan beban pembuktian kepada terdakwa. Menyediakan  mekanisme  yang  memadai  untuk  terdakwa  agar  dapat  membuktikan  sumber-sumber legal dari aset-asetnya. Pasal 37 UU Nomor 31 Tahun 1999 diubah menjadi dua pasal, yakni Pasal 37 dan Pasal 37A UU Nomor 31 Tahun 1999. Nomor 21 Tahun 2001. Perubahan ini  tidak  banyak  mengubah  Pasal  37.  Dalam  penjelasan  Pasal  37  disebutkan  bahwa  pasal tersebut  merupakan  hasil  berimbang  dari  penerapan  bukti-bukti  yang  bertentangan  kepada terdakwa. Para  terdakwa  tetap  memerlukan  perlindungan  hukum  yang  berimbang  terhadap pelanggaran hak-hak dasar terkait asas praduga tak bersalah dan asas self incrimination

(3).  Penetapan  sanksi  yang  lebih  berat  dengan  Meningkatkan  sanksi finansial dan hukuman pidana bagi pelaku korupsi dan pencucian uang, termasuk bagi pejabat yang terlibat dan Memperluas ketentuan sanksi untuk mencakup penjatuhan sanksi yang lebih tegas terhadap mereka yang terlibat dalam tindak pidana tersebut.

(4). Peningkatan kerjasama antar  lembaga  penegak  hukum  dengan  cara  mendorong  kerjasama  yang  lebih  erat  antara lembaga penegak hukum seperti KPK, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan dan memfasilitasi pertukaran  informasi  yang  lebih  efektif  dan  meningkatkan  koordinasi  dalam  penyelidikan, penuntutan,  dan  penegakan  hukum.

(5).  Peningkatan  transparansi  dan  akuntabilitas  dengan memperkuat  tata  kelola  dalam  pengelolaan  aset  yang  disita,  termasuk  dengan  menerapkan mekanisme yang memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan aset tersebut. Membentuk lembaga pengawasan independen yang bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengevaluasi   pelaksanaan   perampasan   aset   dan   pembuktian   terbalik. Pembaharuan-pembaharuan tersebut akan membantu memperkuat instrumen hukum yang digunakan dalam memerangi  pencucian  uang  oleh  pejabat  korup,  serta  meningkatkan  efektivitas  penegakan hukum dalam menghadapi tindak pidana tersebut.

Artikel Terkait

Rekomendasi