Pelecehan Seksual oleh Ustadz: Menggugat Peran Negara dalam Melindungi Anak di Lembaga Pendidikan Agama

Author PhotoIndana Zulfah, S.H
03 May 2025
IMG_1518

Kasus dugaan pelecehan seksual yang menyeret seorang ustadz kondang di Sumatera Utara kembali membuka luka lama tentang rapuhnya sistem perlindungan anak di lembaga pendidikan keagamaan. Ironisnya, tempat yang semestinya menjadi ruang aman dan sakral untuk mendidik moral justru berubah menjadi arena predatorisme terselubung. Fenomena ini bukan hanya mencoreng dunia pendidikan agama, tapi juga mencederai rasa keadilan publik.

Negara melalui konstitusi dan berbagai instrumen hukum seperti UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak memiliki kewajiban tegas untuk menjamin keselamatan anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual. Namun, dalam praktiknya, kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren dan sekolah agama sering kali terlambat ditangani, bahkan tak jarang diselimuti oleh kultur tutup mulut dan penyelesaian internal.

Ketika pelaku adalah tokoh agama yang memiliki pengaruh kuat di tengah masyarakat, proses hukum kerap menghadapi tekanan sosial, bahkan intimidasi. Ini menunjukkan bahwa negara belum cukup hadir dalam memastikan bahwa keadilan tidak tunduk pada posisi sosial pelaku. Penegakan hukum harus bersifat objektif dan berpihak kepada korban, terutama ketika korban adalah anak-anak yang secara hukum dan moral wajib dilindungi secara penuh.

Dalam konteks ini, penting bagi negara untuk tidak hanya mengandalkan penegakan hukum pidana semata, tetapi juga melakukan pengawasan ketat terhadap lembaga pendidikan agama. Sistem akreditasi, pengawasan independen, serta edukasi kepada para santri dan wali santri tentang hak-hak anak harus dijadikan bagian dari upaya pencegahan. Tidak cukup hanya menghukum pelaku; akar budaya yang permisif terhadap kekerasan seksual juga harus diubah.

Kasus ini seharusnya menjadi momentum untuk merevisi regulasi yang berkaitan dengan sistem pendidikan agama agar lebih akuntabel dan transparan. Pemerintah perlu menetapkan protokol pelaporan pelecehan di lembaga keagamaan serta menyediakan saluran yang aman bagi korban untuk berbicara. Tanpa reformasi sistemik, kekerasan akan terus berulang dan pelakunya akan terus berlindung di balik simbol kesalehan.

Sudah saatnya negara membuktikan bahwa perlindungan terhadap anak bukan hanya jargon moral, melainkan komitmen hukum yang nyata. Lembaga pendidikan agama tidak boleh menjadi zona abu-abu hukum. Ketika anak-anak menjadi korban dalam ruang yang seharusnya mendidik mereka, maka negara pun sedang gagal dalam amanah konstitusionalnya

Sumber :

https://radarjakarta.id/2025/04/30/ustadz-kondang-aha-dilaporkan-ke-polda-sumut-atas-dugaan-pelecehan/

https://amp.bitvonline.com/hukum-dan-kriminal/32421/ustadz-kondang-aha-dilaporkan-ke-polda-sumut-diduga-lakukan-pelecehan-seksual-terhadap-mahasiswi/

Artikel Terkait

Rekomendasi