Pada tahun 2023 Pemerintah telah mensahkan undang-undang KUHP yang baru dengan berlaku pada januari 2026 lebih kurang 2 tahun lagi akan diberlakukan di Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penemona umum yang sering terjadi pada penegakan hukum adalal sistem yang begitu carut marut akibat kebiasaan para penegak hukum yang acapkali kita dengar menerima suap, menerima gratifikasi dalam memuluskan suatu perkara dan untuk memenangkan perkara yang telah di setting sedemikian rupa.
Keresehan ini mungkin bukan barang baru lagi yang kita rasakan pada penegakan hukum di negara kita, lahirnya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang baru menjadi babak baru penegakan hukum yang lebih baik kedepannya. Menjadi Impian yang tercapai dari lepasnya belenggu penjajah baik dalam hal sumber hukum. KUHP merupakan sumber hukum materil yang kemudian menjadi dasar pemidanaan atas perbuatan melawan hukum dan kejahatan-kejahatan yang dilanggar sesuai yang diatur dalam kitab tersebut.
Perbedaan antara KUHP lama (warisan kolonial Belanda) dan KUHP baru yang telah disahkan di Indonesia mencerminkan perubahan signifikan dalam filosofi, struktur, dan substansi hukum pidana.
Filosofi Hukum
KUHP lama (Wetboek van Strafrecht), yang diadopsi dari hukum pidana kolonial Belanda, berorientasi pada pendekatan retributif (hukuman sebagai balas dendam terhadap pelaku). Filosofi hukum ini kurang memperhatikan dimensi keadilan sosial dan nilai lokal masyarakat Indonesia.
KUHP baru mengadopsi pendekatan yang lebih modern, yaitu keadilan restoratif dan rehabilitasi. Tujuan hukum pidana tidak hanya menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kerugian korban dan memperbaiki perilaku pelaku. Ini mencerminkan pergeseran paradigma hukum pidana yang lebih progresif.
Struktur dan Sistematika
KUHP Lama Tersusun dalam format klasik dengan pendekatan berbasis pasal yang sangat teknis dan sering kali dianggap sulit dipahami oleh masyarakat awam. Kemudian diksi yang termuat sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman, mengingat banyak istilah-istilah baru yang bermunculan dewasa ini.
KUHP baru disusun dengan sistematika yang lebih terintegrasi, mencakup Buku I (Ketentuan Umum) dan Buku II (Tindak Pidana). Ada upaya untuk menyederhanakan bahasa hukum sehingga lebih mudah dimengerti, meskipun beberapa pihak masih menilai hal ini belum sepenuhnya tercapai.
Pengakuan Terhadap Hukum Adat
Pada KUHP Lama Tidak mengakomodasi hukum adat secara eksplisit, sehingga hukum adat hanya berlaku di daerah tertentu dengan dasar yurisprudensi. Dengan adanya pada pengakuan hukum adat pada KUHP baru maka lebih menguatkan nilai-nilai luhur yang tumbuh ditengah Masyarakat. Mengakui keberadaan hukum adat selama tidak bertentangan dengan konstitusi dan peraturan nasional. Ini memberikan penghormatan terhadap keragaman budaya Indonesia, meskipun implementasinya memerlukan pengaturan lebih rinci.
KUHP Baru yang akan segera berlaku ini membawa Impian besar bangsa dan negara tentang paradigma hukum yang terbangunn sejak sekian lama dengan nilai negatif dan buruk tentang penegakan hukum yang syarat transaksional, dan nepotisme serta ketidakadilan yang terjadi secara massif dan sifnifikan terutama 10 tahun terakhir.
Reformasi Hukum
Hadirnya kuhp baru ini diharapkan dapat memberi perubahan sifinifikan pada penegakan hukum dan pemberantasan kejahatan secara serius dan mampu menciptakan sistem hukum pidana yang lebih efektif dengan pendekatan yang lebih jelas, terintegrasi, dan relevan terhadap tantangan kejahatan modern.
Kejelasan definisi hukum dalam KUHP baru mengurangi multitafsir dan mempermudah aparat penegak hukum dalam menangani kejahatan. Beberapa klausula seperti Pidana alternatif, seperti kerja sosial dan pidana pengawasan, membantu mengurangi ketergantungan pada pidana penjara dan overkapasitas lapas.
Peningkatan Penanganan Kejahatan Kerah Putih
KUHP baru dapat memberikan landasan yang lebih kuat untuk memberantas kejahatan kerah putih (white-collar crime) seperti korupsi, pencucian uang, dan kejahatan finansial lainnya. Penegakan hukum terhadap kejahatan kerah putih menjadi lebih transparan dan tegas. Penerapan pasal-pasal pidana ekonomi diperkuat dengan mekanisme pengembalian aset (asset recovery) untuk memulihkan kerugian negara. Hukuman lebih berat bagi pelaku kejahatan kerah putih untuk memberikan efek jera, termasuk memperluas penggunaan pidana pengawasan bagi koruptor.
Pemanfaatan Pendekatan Restoratif, Rehabilitatif Perlindungan Hak Asasi Manusia
KUHP baru mendorong pendekatan restoratif dan rehabilitatif, terutama untuk kejahatan yang melibatkan korban langsung dan berdampak luas pada masyarakat. Korban mendapatkan keadilan yang lebih baik melalui mekanisme mediasi, ganti rugi, atau pendekatan lain yang memulihkan kerugian. Pelaku kejahatan konvensional, seperti pencurian atau penganiayaan, memiliki kesempatan untuk direhabilitasi dan diintegrasikan kembali ke masyarakat.
Menjadi instrumen hukum yang menghormati dan melindungi hak asasi manusia, baik bagi korban, pelaku, maupun masyarakat umum. Penanganan kasus kejahatan tetap memperhatikan prinsip proporsionalitas dan tidak diskriminatif. Penghapusan kriminalisasi terhadap aktivitas yang tidak menimbulkan kerugian nyata atau pelanggaran hak individu.