Hukum Progresif dan Pengabdian Keilmuan: Tanggung Jawab Moril Lulusan Fakultas Hukum UNDIP.

Author PhotoAditya Andela Pratama
04 May 2025
IMG-20250504-WA0118

Universitas Diponegoro tidak kekurangan para pemikir dan pengabdi ilmu hukum. Masih terngiang dalam kenangan, ungkapan penuh makna dari begawan hukum progresif, Prof. Satjipto Rahardjo atau yang dengan penuh kasih kami panggil Prof. Tjip. Dalam satu napas yang dalam, beliau pernah berkata: “Sebagai orang tua yang sudah waktunya turun, saya hanya menitipkan agar di UNDIP ini, ilmu pengetahuan termasuk hukum, diusahakan dengan progresif, dengan terus berusaha untuk berada pada puncak perkembangan atau kemutakhiran ilmu. Dengan demikian kita berharap mempersembahkan yang terbaik pada bangsa dan negara.”

Ungkapan itu bukan sekadar pesan; ia adalah nyala lilin yang tak pernah padam, menerangi jalan bagi siapa pun yang berani berpikir melampaui tembok-tembok konservatisme. Kaum Tjiptian demikian kami menyebut mereka yang memilih jalan sunyi hukum progresif bukan hanya mewarisi pikiran Prof. Tjip, tetapi juga memikul kerinduan mendalam untuk melihat hukum hadir sebagai pelayan kemanusiaan, bukan sekadar pelindung kekuasaan.

Tanggal 4 Mei 2025, sebuah agenda pengabdian keilmuan dimulai. Upacara yudisium Fakultas Hukum Universitas Diponegoro akan digelar dalam kesahajaan dan harapan. Di sana, tak hanya nama-nama akan dipanggil dan gelar akan disematkan, tetapi juga akan ditanamkan tanggung jawab moril yang tak ringan: menjadi insan hukum yang tak sekadar cerdas, namun juga arif dan peka. Dalam diamnya ruang sidang dan senyapnya buku-buku hukum, para lulusan akan mendengar gema suara masa lalu suara para pendahulu yang menitipkan cita dan luka bangsa ini pada bahu mereka.

Menjadi lulusan Fakultas Hukum UNDIP bukan hanya soal membawa nama besar kampus progresif, tetapi juga soal menjunjung tinggi keilmuan yang berpihak pada kebenaran, bukan kepentingan. Mereka harus berjalan di tengah kebisingan dunia, namun tetap mendengar suara hati nurani. Mereka harus berpikir tajam, namun bertindak lembut. Mereka harus bersaing di dunia nyata, namun tetap percaya bahwa hukum bukan sekadar alat, melainkan jiwa dari keadilan itu sendiri.

Kita tahu, jalan ini tidak mudah. Dunia tidak menanti mereka dengan karpet merah, tetapi dengan ujian-ujian yang menguji iman, intelektual, dan integritas. Namun justru di situlah hukum progresif menemukan maknanya dalam keberanian untuk melawan arus, dalam kesetiaan pada yang lemah, dan dalam keteguhan untuk terus belajar serta mengabdi.

Barangkali Prof. Tjip sudah lama berpamitan. Namun, di setiap langkah para lulusan ini, dalam setiap keputusan yang mereka buat, dan dalam setiap ketidakadilan yang mereka lawan, kita tahu, beliau belum pernah benar-benar pergi.

Artikel Terkait

Rekomendasi