Refleksi Hari HAM Sedunia: Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Menegakkan HAM

Author PhotoGeofani Milthree Saragih
10 Dec 2024
Gedung Mahkamah Konstitusi (literasihukum.com).
Gedung Mahkamah Konstitusi (literasihukum.com).

Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia yang diperingati setiap 10 Desember menjadi momen reflektif bagi seluruh negara, termasuk Indonesia, dalam menilai pencapaian dan tantangan terkait penegakan HAM. Dalam konteks Indonesia, Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran strategis sebagai salah satu lembaga yang bertugas menjamin perlindungan HAM melalui kewenangannya, terutama dalam pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945).

 

Peran Konstitusional Mahkamah Konstitusi

Sebagai penjaga konstitusi, MK memiliki kewenangan utama sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945. Salah satu kewenangan pentingnya adalah menguji konstitusionalitas undang-undang, yang sering kali menjadi instrumen untuk melindungi atau sebaliknya, mengancam pemenuhan HAM. Pasal 28I UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa hak atas hidup, hak untuk tidak disiksa, dan hak untuk bebas dari perbudakan adalah hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights).

Dalam menjalankan fungsi ini, MK sering kali dihadapkan pada berbagai perkara yang berkaitan dengan HAM. Contohnya adalah pengujian undang-undang yang mengatur hak sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Keputusan MK sering kali menjadi penentu apakah regulasi yang diuji mampu melindungi hak-hak dasar warga negara atau justru sebaliknya.

 

Putusan MK yang Mendukung HAM

MK telah menghasilkan berbagai putusan yang signifikan dalam menegakkan HAM. Misalnya, dalam perkara pengujian Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), MK menyatakan beberapa pasal sebagai inkonstitusional bersyarat karena dianggap berpotensi membatasi kebebasan berekspresi yang dijamin oleh Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Putusan ini menunjukkan komitmen MK dalam memastikan bahwa kebijakan publik harus sesuai dengan nilai-nilai HAM yang dijamin oleh konstitusi.

Selain itu, dalam pengujian Undang-Undang tentang Perkawinan, MK memberikan putusan progresif yang memperlonggar syarat usia minimal perkawinan bagi perempuan. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan perlindungan terhadap anak dan hak atas pendidikan. Keputusan semacam ini mencerminkan peran MK sebagai penjaga nilai-nilai HAM di tengah dinamika sosial masyarakat.

 

Tantangan yang Dihadapi MK

Meski demikian, peran MK dalam penegakan HAM tidak lepas dari tantangan. Salah satunya adalah tekanan politik dari berbagai pihak yang berkepentingan terhadap kebijakan tertentu. Selain itu, adanya kesenjangan pemahaman hukum dan HAM di masyarakat sering kali menyebabkan putusan MK dianggap kontroversial atau sulit diterima.

Dalam beberapa kasus, MK juga menghadapi dilema antara menerapkan interpretasi konstitusi yang progresif dengan menjaga keseimbangan nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat. Hal ini, misalnya, terlihat dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hak kelompok minoritas atau isu gender.

Sebagai lembaga yang mengawal tegaknya konstitusi dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, Mahkamah Konstitusi memainkan peran vital dalam memastikan bahwa kebijakan negara sejalan dengan prinsip-prinsip HAM. Dalam peringatan Hari HAM Sedunia, penting bagi semua pihak untuk mendukung independensi MK agar lembaga ini dapat terus menjalankan tugasnya dengan optimal.

Pada akhirnya, penegakan HAM bukan hanya menjadi tanggung jawab MK, tetapi juga merupakan kewajiban bersama seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga negara lainnya. Dengan menjadikan HAM sebagai fondasi dalam setiap pengambilan kebijakan, Indonesia dapat semakin maju dalam mewujudkan cita-cita keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya.

Artikel Terkait

Rekomendasi