### Berita: Presidential Threshold dalam Pemilihan Umum Indonesia
Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia merupakan proses demokratis yang kompleks, melibatkan berbagai aktor seperti partai politik, calon presiden, dan masyarakat. Salah satu istilah yang sering diasosiasikan dengan pemilu adalah **presidential threshold**, yaitu ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Dalam konteks ini, presidential threshold berfungsi sebagai salah satu mekanisme untuk memastikan bahwa hanya partai-partai yang memiliki dukungan signifikan dari masyarakat yang dapat berpartisipasi dalam pemilihan presiden.
**Presidential threshold** adalah ambang batas perolehan suara yang harus diperoleh partai politik dalam suatu pemilu untuk dapat mengajukan calon presiden dan wakil presiden. Istilah ini pertama kali dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, meskipun pada saat itu belum efektif karena diganti oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam undang-undang tersebut, presidential threshold ditetapkan untuk memberikan legitimasi kepada calon presiden yang diusulkan oleh partai politik, sehingga diharapkan mereka memiliki dukungan yang cukup kuat dari masyarakat.
Dasar hukum utama yang mengatur presidential threshold adalah Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini mensyaratkan bahwa partai politik atau gabungan partai politik harus memperoleh minimal 20 persen kursi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR sebelumnya untuk dapat mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensiil dan memastikan bahwa calon presiden memiliki dukungan yang memadai.
Penerapan presidential threshold telah mengalami perubahan seiring waktu. Pada awalnya, ambang batas ini ditetapkan pada 15 persen kursi DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif pada tahun 2004. Namun, pada tahun 2008, ambang batas ini meningkat menjadi 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional. Revisi ini bertujuan untuk memperkuat legitimasi calon presiden dan memastikan bahwa mereka memiliki basis dukungan yang solid dari partai politik maupun masyarakat.
Fungsi utama dari presidential threshold adalah untuk memastikan bahwa partai politik yang mengusulkan calon presiden memiliki legitimasi dan dukungan yang jelas. Dengan demikian, partai politik yang memenuhi ambang batas ini diyakini memiliki potensi untuk memenangkan pemilu dan memimpin negara dengan stabil. Selain itu, syarat ini juga bertujuan untuk mencegah partai-partai kecil yang tidak memiliki dukungan signifikan untuk mengganggu jalannya pemilu, sehingga menciptakan iklim politik yang lebih stabil.
Namun, syarat ambang batas ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat dan pengamat politik. Di satu sisi, syarat ini dianggap sebagai penguatan sistem presidensiil yang membuat presiden dan wakil presiden terpilih memiliki kekuatan politik yang signifikan di parlemen. Di sisi lain, beberapa kalangan mengkritik bahwa syarat ini dapat membatasi partisipasi politik masyarakat, terutama bagi partai-partai kecil yang tidak memiliki sumber daya cukup untuk mencapai ambang batas tersebut.
Implementasi praktis presidential threshold dalam pemilu Indonesia sangat relevan. Pada pemilu 2004, 2009, dan 2014, hanya dua partai besar yang berhasil melewati ambang batas ini. Hal ini menyebabkan pemilihan presiden dan wakil presiden biasanya didominasi oleh dua partai besar saja. Meskipun demikian, implementasi ambang batas ini juga membantu mempertahankan stabilitas politik dan memastikan bahwa pemilu berlangsung tanpa gangguan dari partai-partai kecil.
Respon masyarakat terhadap syarat ambang batas ini bervariasi. Beberapa orang mendukung syarat ini karena diyakini dapat memastikan kestabilan politik dan efektivitas pemerintahan. Namun, ada juga kritik bahwa syarat ini dapat membatasi kebebasan berekspresi politik dan memperlambat proses demokratisasi di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk terus mengevaluasi dampak dari presidential threshold terhadap dinamika politik di tanah air.
Ahli-ahli hukum dan politik juga memiliki pandangan beragam tentang syarat ambang batas ini. Profesor Hukum dari Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Aji Baskoro, menyatakan bahwa syarat ambang batas merupakan contoh penguatan sistem presidensiil di Indonesia. Namun, ia juga menekankan perlunya revisi secara periodik agar partisipasi politik masyarakat tetap terbuka lebar dan tidak terhambat oleh ketentuan-ketentuan yang terlalu ketat.
- Secara keseluruhan, presidential threshold merupakan syarat penting dalam pemilu Indonesia yang bertujuan untuk memastikan bahwa partai politik yang mengusulkan calon presiden memiliki basis dukungan yang kuat dan legitimasi yang jelas. Meskipun syarat ini menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat serta pengamat politik, implementasinya telah membantu mempertahankan stabilitas politik dan memastikan bahwa pemilu berjalan lancar. Oleh karena itu, presidential threshold akan terus menjadi subjek debat dan analisis dalam konteks demokrasi Indonesia ke depan.