Mahkamah Konstitusi (MK) telah menegaskan bahwa guru honorer harus diberikan prioritas untuk diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Pernyataan ini disampaikan oleh hakim konstitusi Daniel Yusmic Pancastaki Foekh saat membaca pertimbangan dalam Putusan MK Nomor 119/PUU-XXII/2024 di Jakarta pada tanggal 16 Oktober. Dalam pertimbangannya, MK menggarisbawahi pentingnya mengedepankan guru honorer untuk menjadi PPPK, namun juga menekankan bahwa para guru honorer tersebut harus memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
Gugatan yang mengarah pada keputusan ini diajukan oleh guru honorer di salah satu sekolah swasta di Jakarta. Gugatan tersebut berkaitan dengan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN). Para penggugat meminta agar norma dalam pasal tersebut, yang mengatur penghapusan tenaga kerja honorer per Januari 2025 melalui penataan tenaga non-ASN, ditunda penerapannya. Permohonan ini bertujuan agar seluruh tenaga honorer yang sudah bekerja sebelum UU tersebut diundangkan dapat diangkat menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN), baik sebagai PPPK maupun PNS.
MK menunjukkan pemahaman terhadap dampak yang ditimbulkan oleh Pasal 66 UU ASN, terutama bagi guru honorer yang berpotensi kehilangan pekerjaan serta kesempatan untuk mengembangkan karier mereka sebagai pendidik. Dalam putusannya, MK berharap bahwa penataan guru honorer akan dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip keterbukaan, sehingga proses rekrutmen dapat berlangsung secara adil, transparan, partisipatif, dan akuntabel.
Pernyataan hakim Daniel menambahkan bahwa jika merujuk pada kasus konkret yang dihadapi oleh penggugat, kebijakan penghapusan guru honorer dapat menyebabkan kekurangan tenaga pengajar di sekolah-sekolah. Hal ini tentunya akan mengganggu proses belajar mengajar, yang pada akhirnya akan merugikan para siswa yang terdaftar di sekolah-sekolah tersebut. Oleh karena itu, diharapkan agar kebijakan yang diambil dalam penataan guru honorer tidak hanya memperhatikan aspek administratif, tetapi juga mempertimbangkan dampak nyata terhadap pendidikan.
Mahkamah Konstitusi (MK) menekankan bahwa lembaga atau unit kerja tempat para guru honorer bernaung harus mengambil langkah proaktif untuk memastikan bahwa guru-guru honorer tersebut terdaftar dalam berbagai basis data, seperti database Badan Kepegawaian Negara (BKN), Data Pokok Pendidikan (DAPODIK), dan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK). Dengan melakukan pendaftaran ini, diharapkan kesempatan bagi guru honorer untuk meningkatkan status mereka menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) akan terbuka lebih lebar.
Hal ini diungkapkan oleh hakim Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, yang menjelaskan bahwa sesuai dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Nomor 348 Tahun 2024 mengenai rekrutmen PPPK guru di instansi daerah, terdapat sejumlah syarat yang harus dipenuhi oleh guru honorer. Pertama, para honorer harus terdaftar dalam pangkalan data tenaga non-ASN yang dikelola oleh BKN dan aktif mengajar di instansi pemerintah.
Kedua, guru non-ASN yang bekerja di sekolah negeri harus terdaftar dalam DAPODIK yang dikelola oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Mereka juga diharuskan aktif mengajar selama minimal dua tahun atau empat semester secara terus-menerus di instansi tempat mereka mengajar saat mendaftar. Ketiga, para guru honorer wajib memiliki kualifikasi pendidikan minimal jenjang sarjana atau diploma empat (D-4), serta/atau sertifikat pendidik.
Walaupun para guru honorer tersebut telah mengabdi selama bertahun-tahun di sekolah mereka, Daniel menjelaskan bahwa secara administratif, mereka harus terdaftar terlebih dahulu di setiap tingkatan atau lintas kelembagaan yang sesuai dengan kewenangan masing-masing.
Selain itu, terkait dengan pegawai honorer yang tidak terdaftar dalam database, yang sering disebut sebagai honorer tercecer, hak-hak mereka harus dilindungi, dan mereka harus tetap diproses untuk menjadi PPPK asalkan memenuhi persyaratan yang telah ditentukan. Hal ini menunjukkan komitmen MK untuk memastikan bahwa semua guru honorer yang memenuhi syarat tidak terabaikan dan diberikan kesempatan untuk mendapatkan status yang lebih baik sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Meskipun demikian, Mahkamah Konstitusi (MK) menolak seluruh permohonan yang diajukan oleh pemohon. Ketua MK, Suhartoyo, mengumumkan, “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya.” Dalam pertimbangan keputusan tersebut, majelis hakim menegaskan bahwa MK berpegang pada dua putusan sebelumnya yang menjadi acuan.
Pertama, berdasarkan Putusan MK Nomor 9/PUU-XIII/2015 yang dikeluarkan pada tahun 2016, MK menyatakan bahwa proses rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) harus didasarkan pada prinsip profesionalisme. Selain itu, rekrutmen ASN ditujukan untuk semua pelamar, bukan hanya untuk tenaga kerja honorer. Dengan demikian, MK menganggap bahwa tenaga kerja honorer tetap memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam rekrutmen ASN, asalkan mereka memenuhi kualifikasi dan prinsip profesionalisme yang ditetapkan.
Kedua, merujuk pada Putusan MK Nomor 9/PUU-XVIII/2020, Mahkamah juga telah merekomendasikan kepada pemerintah agar setiap kebijakan yang diambil dapat mempertimbangkan perlindungan hak-hak tenaga kerja honorer. Hakim konstitusi Guntur Hamzah menyatakan, “Pemohon tidak perlu khawatir bahwa hak konstitusionalnya akan terlanggar dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023.” Ia menegaskan bahwa hak pegawai honorer tetap ada dalam undang-undang tersebut dan mengakomodasi hak-hak mereka.
Dengan demikian, telah jelas bahwa kerugian konstitusional yang dipersoalkan oleh pemohon telah dijawab oleh pendirian Mahkamah. Hak-hak konstitusional tenaga kerja honorer diakui, sehingga keputusan MK ini menjadi landasan untuk memastikan bahwa hak-hak mereka tetap terlindungi dalam proses rekrutmen ASN yang akan datang.
Sumber:
https://m.jpnn.com/news/putusan-mk-menyinggung-nasib-honorer-tercecer-dalam-pengangkatan-pppk?page=4