Pakar hukum Pieter Zulkifli menyoroti rencana perubahan istilah “perampasan” menjadi “pemulihan” dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Menurut Pieter, penggantian kata ini bisa mengaburkan makna penting dari upaya pemberantasan korupsi yang tegas. Dalam pandangannya, konsep perampasan aset ilegal bukan hanya soal pemulihan aset, melainkan juga upaya mendasar untuk mengatasi korupsi dari akarnya, suatu hal yang menurutnya tidak sepenuhnya tercermin dalam kata “pemulihan.”
Pieter mempertanyakan apakah perubahan kata tersebut sekadar soal terminologi atau malah akan mempengaruhi esensi keseluruhan dari RUU. “Apakah ini hanya soal bahasa atau perubahan mendasar dalam semangat dan arah dari RUU itu sendiri?” ujarnya dalam pernyataan di Jakarta pada Sabtu (9/11), seperti dikutip dari Antara. Pieter mengingatkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk tidak terjebak pada istilah semata, karena berbagai aturan penting yang mengatur pembatasan penggunaan uang tunai dan penyitaan aset yang diperoleh secara tidak sah harusnya menjadi fokus utama.
Lebih lanjut, Pieter juga menyoroti perbedaan pandangan antara DPR dan pemerintah dalam soal ini, merujuk pada pendapat Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Ahmad Doli Kurnia yang mendukung opsi perubahan judul menjadi “Pemulihan Aset.” Menurut Doli, penggunaan istilah pemulihan dianggap sesuai dengan terminologi dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti-Korupsi (UNCAC) yang telah diratifikasi Indonesia, di mana istilah yang dipakai adalah *stolen asset recovery*, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “pemulihan aset yang dicuri.” Doli menyampaikan pandangan ini dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) di DPR pada Kamis (31/10).
Sementara itu, perdebatan mengenai RUU Perampasan Aset juga menarik perhatian dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang baru-baru ini melakukan kunjungan kepada Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra. Pertemuan tersebut berlangsung di Gedung Eks Sentra Mulia, Jakarta Selatan, Kamis (7/11), dan mencakup sejumlah isu, termasuk RUU Perampasan Aset. Pertemuan ini diharapkan dapat membangun sinergi antara pemerintah dan lembaga antikorupsi dalam upaya memperkuat undang-undang terkait dan mengatasi perbedaan perspektif demi kemajuan pemberantasan korupsi di Indonesia.