Vonis yang Hanya Setengah dari Tuntutan Harvey Moeis Mendapat Banyak Kritik, Ini Tanggapan Kejagung

Author Photoportalhukumid
26 Dec 2024
Terdakwa kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah, Harvey Moeis, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/12/2024). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha).
Terdakwa kasus korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah, Harvey Moeis, menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat (6/12/2024). (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha).

Hukuman terhadap Harvey Moeis yang divonis 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi timah telah menuai banyak kritik. Banyak pihak merasa bahwa hukuman tersebut terlalu ringan, mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan oleh tindakan korupsi tersebut. Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan bahwa jaksa masih dalam masa pikir-pikir untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding terhadap vonis tersebut.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa berdasarkan ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), jaksa memiliki waktu tujuh hari setelah putusan pengadilan untuk berpikir dan mempertimbangkan langkah selanjutnya, termasuk apakah akan mengajukan banding. Meskipun begitu, Harli belum dapat memastikan apakah pihak jaksa akan memilih untuk banding atau tidak, dan menyarankan publik untuk menunggu keputusan lebih lanjut.

Vonis yang diberikan kepada Harvey Moeis adalah 6,5 tahun penjara. Harvey terbukti bersalah dalam kasus korupsi yang melibatkan pengelolaan tata niaga komoditas timah secara bersama-sama, yang mengakibatkan kerugian negara hingga Rp 300 triliun. Dalam amar putusannya, hakim Ketua Eko Aryanto menyatakan bahwa Harvey Moeis terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Selain hukuman penjara, Harvey juga dikenakan denda sebesar Rp 1 miliar, yang jika tidak dibayar akan diganti dengan penjara selama enam bulan. Harvey juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar, dengan ancaman penyitaan harta benda jika ia gagal membayar jumlah tersebut.

Namun, vonis tersebut tidak diterima dengan baik oleh berbagai pihak. Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Panjaitan, menyatakan kekecewaannya terhadap keputusan hakim. Hinca menilai bahwa kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun seharusnya tidak bisa dihargai dengan hukuman penjara yang tergolong ringan, yaitu hanya 6,5 tahun. Ia menyebutkan bahwa tindakan korupsi yang dilakukan oleh Harvey Moeis dan rekannya telah berdampak sangat besar, tidak hanya terhadap keuangan negara, tetapi juga terhadap lingkungan dan generasi mendatang. Hinca menilai bahwa hal tersebut lebih dari sekadar pencurian uang, tetapi merupakan perusakan masa depan bangsa.

Selain itu, Hinca juga menambahkan bahwa tuntutan jaksa yang mencapai 12 tahun penjara sudah tergolong ringan untuk sebuah kasus sebesar ini. Oleh karena itu, ia merasa bahwa keputusan hakim yang memberikan vonis lebih rendah lagi sangat tidak masuk akal, bahkan menyebutnya sebagai “diskon akhir tahun untuk koruptor”. Hinca menilai bahwa vonis tersebut menunjukkan kurangnya upaya untuk menegakkan keadilan dalam kasus korupsi besar ini.

Senada dengan itu, anggota Komisi III Fraksi NasDem, Rudianto Lallo, juga mengkritik vonis tersebut. Rudianto menyatakan bahwa untuk memberikan efek jera, hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku korupsi harus maksimal. Menurutnya, jika hukumannya tidak maksimal, maka tidak akan ada efek jera dan pelaku lain tidak akan takut untuk melakukan tindak pidana serupa di masa depan. Ia juga menggarisbawahi pentingnya pengembalian aset yang hilang akibat tindakan korupsi ini. Mengingat kerugian negara yang sangat besar, Rudianto merasa sangat penting untuk memaksimalkan pengembalian dana yang telah dicuri oleh para pelaku.

Rudianto juga mempertanyakan sejauh mana uang pengganti yang dibebankan kepada Harvey Moeis dapat menutupi kerugian negara yang mencapai Rp 300 triliun. Menurutnya, pengembalian kerugian negara melalui uang pengganti harus lebih diperhatikan, dan ia menyoroti kemungkinan adanya kerugian yang lebih besar dari yang dapat diungkapkan saat ini.

Selain kritik dari anggota DPR, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas (Pusako Unand), Charles Simabura, turut mengungkapkan pendapatnya. Charles menilai bahwa vonis 6,5 tahun penjara terhadap Harvey Moeis semakin memperlemah upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Menurutnya, hukuman yang diberikan kepada pelaku korupsi besar seperti Harvey seharusnya lebih berat, dan bukan malah memperlihatkan vonis yang ringan. Charles meminta agar jaksa segera mengajukan banding, dengan harapan bahwa vonis yang lebih berat dapat dijatuhkan setelah proses banding.

Dengan begitu, meskipun vonis terhadap Harvey Moeis telah dijatuhkan, masih banyak pihak yang merasa bahwa keputusan tersebut tidak cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku korupsi besar, dan menuntut langkah lebih lanjut agar keadilan dapat ditegakkan dengan lebih tegas.

Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-7704058/vonis-separuh-tuntutan-harvey-moeis-tuai-banyak-kritik-ini-kata-kejagung

Artikel Terkait

Rekomendasi