Peneliti dari Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), Shinta Ressmy, menjelaskan bahwa pelecehan seksual yang dilakukan dengan memanipulasi foto menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) dapat dijerat dengan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Pernyataan ini disampaikan oleh Shinta sebagai tanggapan terhadap dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh seorang anak berusia 12 tahun di Jakarta Selatan. Foto anak tersebut dimanipulasi menggunakan AI, sehingga hasil editan tersebut menampilkan gambar yang tidak senonoh, yaitu foto anak tersebut tanpa busana.
Shinta mengungkapkan bahwa dalam konteks ini, pelaku dapat dijerat dengan Pasal 4 dan Pasal 14 dalam UU TPKS, yang mengatur mengenai perlindungan terhadap korban kekerasan seksual, serta Pasal 66 UU PDP yang melarang setiap orang untuk memalsukan data pribadi dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau pihak lain yang dapat merugikan individu lain. Meskipun Pasal 66 UU PDP tidak secara eksplisit menyebutkan tindakan pelecehan seksual, pasal tersebut memberikan dasar hukum untuk mengatasi manipulasi data pribadi yang merugikan pihak lain.
Kasus ini bermula ketika seorang ibu berinisial RMD dari Jakarta Selatan mencoba melaporkan dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh anak perempuannya. Foto anak tersebut diubah dengan teknologi AI sehingga menjadi foto yang menampilkan anak tersebut tanpa busana. Setelah mengetahui kejadian tersebut, ibu korban mendatangi Polres Metro Jakarta Selatan untuk melaporkan kasus pelecehan seksual itu. Namun, unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Jakarta Selatan menyatakan bahwa tidak ada pasal yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku dengan kasus pelecehan seksual tersebut. Sebaliknya, unit Kriminal Khusus (Krimsus) Polres Metro Jakarta Selatan menyarankan agar kasus ini dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait manipulasi foto. Kebingungan atas hal ini membuat RMD tidak jadi melanjutkan proses pelaporan di Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT).
Tindak manipulasi foto ini dilakukan oleh seorang fotografer berinisial EA, yang juga merupakan rekan RMD, yang mengubah foto anak tersebut menjadi gambar seorang perempuan berusia 17 tahun yang tanpa busana. Pada tanggal 6 November 2024, RMD kemudian mendatangi SAFEnet untuk mendapatkan bantuan hukum terkait kasus pelecehan seksual ini. SAFEnet menyarankan agar RMD segera melapor ke Polda Metro Jaya agar kasus tersebut dapat diproses lebih lanjut.
Kuasa hukum RMD, Izza Rezza, mengonfirmasi bahwa kliennya berniat untuk membuat laporan baru setelah mempelajari seluruh berkas terkait dugaan pelecehan seksual tersebut. Rezza menjelaskan bahwa mereka baru menerima berkas lengkap kasus tersebut dan akan segera memberi kabar jika sudah ada keputusan untuk melanjutkan laporan tersebut.