Pembaruan hukum pidana di Indonesia melalui KUHP baru (UU No. 1 Tahun 2023) mengubah status tindak pidana korupsi yang kini tidak lagi dianggap sebagai “extraordinary crime.” Pasal 603 dan 604 mengatur hukuman penjara minimal dua tahun, lebih rendah dibandingkan ketentuan sebelumnya yang menetapkan minimal empat tahun.
Selain itu, delik korupsi kini diperlakukan sama dengan kejahatan umum lainnya, mengurangi kekhususan dalam penegakan hukum oleh KPK dan lembaga lainnya.Ini menimbulkan kekhawatiran akan efektivitas pemberantasan korupsi di Indonesia.
Pasal 603 dan Pasal 604 dalam KUHP baru memiliki perbedaan signifikan terkait definisi dan sanksi untuk tindak pidana korupsi:
1. Pasal 603: Mengatur tindakan memperkaya diri yang merugikan keuangan negara, dengan ancaman hukuman penjara minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda minimal Rp 10 juta. Ini merupakan pengurangan dari UU Tipikor sebelumnya yang menetapkan minimal 4 tahun dan denda Rp 200 juta.
2. Pasal 604: Berfokus pada penyalahgunaan kewenangan oleh pejabat publik, juga dengan ancaman minimal 2 tahun dan maksimal 20 tahun. Namun, pasal ini menekankan pada pelanggaran yang dilakukan oleh penyelenggara negara, meskipun sanksinya tetap lebih ringan dibandingkan ketentuan sebelumnya.
Pasal 603 KUHP baru menurunkan ancaman pidana penjara dari 4 tahun menjadi 2 tahun untuk tindak pidana korupsi, yang dianggap sebagai langkah untuk menyederhanakan hukum. Penurunan ini diiringi dengan pengurangan denda dari Rp 200 juta menjadi Rp 10 juta. Kritikus, termasuk Indonesia Corruption Watch (ICW), berpendapat bahwa perubahan ini melemahkan efek jera dan menguntungkan koruptor, serta dapat menghambat penegakan hukum oleh KPK. Penurunan sanksi ini juga dinilai tidak sebanding dengan sifat serius dari pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat publik.
Menurut saya alangkah lebih baiknya untuk Miskinkan Koruptor
1. Efek Jera yang Lebih Kuat
Miskinkan koruptor dapat memberikan efek jera yang lebih signifikan bagi pelaku dan calon pelaku kejahatan korupsi. Ketika sanksi tidak hanya berupa penjara tetapi juga kehilangan harta kekayaan, hal ini akan menciptakan kesadaran bahwa tindakan korupsi tidak hanya merugikan masyarakat tetapi juga akan berdampak langsung pada kehidupan pribadi mereka.
2. Pemulihan Kerugian Negara
Korupsi sering kali menyebabkan kerugian besar bagi keuangan negara. Dengan memiskinkan pelaku korupsi, negara dapat mengambil kembali sebagian dari kerugian yang ditimbulkan. Langkah ini bisa menjadi salah satu cara untuk memulihkan aset negara dan mengalihkan kembali sumber daya untuk kepentingan publik.
3. Keadilan Sosial
Miskinkan koruptor mencerminkan prinsip keadilan sosial. Masyarakat yang dirugikan oleh tindakan korupsi sering kali adalah mereka yang paling rentan dan kurang berdaya. Dengan menghukum koruptor secara finansial, kita menegakkan keadilan bagi masyarakat yang telah dirugikan oleh tindakan mereka.
4. Mendorong Transparansi dan Akuntabilitas
Jika koruptor tahu bahwa mereka akan kehilangan harta kekayaan mereka, hal ini dapat mendorong pejabat publik untuk lebih transparan dan akuntabel dalam pengelolaan sumber daya negara. Mereka akan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang berpotensi merugikan keuangan negara.
5. Menciptakan Budaya Anti-Korupsi
Dengan menerapkan hukuman yang lebih berat seperti pemiskinan, kita dapat membantu membangun budaya anti-korupsi di masyarakat. Ketika masyarakat melihat bahwa tindakan korupsi tidak hanya dihukum dengan penjara, tetapi juga dengan kehilangan segalanya, mereka akan lebih termotivasi untuk melaporkan dan menolak praktik-praktik korupsi.
Kesimpulan
Miskinkan koruptor sebagai bentuk hukuman dapat menjadi langkah efektif dalam memberantas korupsi di Indonesia. Selain memberikan efek jera, langkah ini juga berpotensi memulihkan kerugian negara dan menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat yang terdampak. Dengan demikian, pemiskinan dapat menjadi bagian dari strategi komprehensif dalam upaya pemberantasan korupsi yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Sumber:
Citations:
- https://jurnal.umk.ac.id/index.php/SK/article/view/11268
- https://jurnal.umk.ac.id/index.php/SK/article/view/11268/4530
- https://bphn.go.id/publikasi/berita/2023031303314411/kuhp-baru-posisikan-delik-korupsi-bukan-lagi-extraordinary-crime-bagaimana-nasib-pemberantasan-korupsi
- https://www.hukumonline.com/berita/a/implikasi-delik-korupsi-dalam-kuhp-baru-tak-lagi-extraordinary-crime-lt640ef672203ae/
- https://sustain.id/2023/09/14/tindak-pidana-korupsi-menurut-undang-undang-nomor-1-tahun-2023-tentang-kitab-undang-undang-hukum-pidana/
- https://jurnal.unmer.ac.id/index.php/blj/article/download/12905/pdf
- https://www.tempo.co/hukum/menyoroti-pasal-603-dan-604-kuhp-baru-sanksi-koruptor-jadi-ringan–238000
- https://news.detik.com/kolom/d-6887700/problematika-delik-korupsi-dalam-kuhp
- https://jurnal.kpk.go.id/index.php/integritas/article/download/1069/270/4466
- http://digilib.uinsa.ac.id/52300/1/Khilyatin%20Nimatus%20Syarifah_C03217017.pdf
- https://ejournal.upnvj.ac.id/Yuridis/article/download/7358/2806/23897