Implikasi Hukum Penagihan Utang Melalui Platform Media Sosial

Author Photoportalhukumid
25 Dec 2024
Ilustrasi Utang (www.kompasiana.com).
Ilustrasi Utang (www.kompasiana.com).

Penggunaan media sosial sebagai sarana untuk menagih utang kini semakin marak karena dianggap praktis dan mudah. Namun, tindakan ini berpotensi membawa konsekuensi hukum yang serius jika dilakukan tanpa mempertimbangkan aturan yang berlaku. Menagih utang melalui media sosial tidak hanya berisiko merusak hubungan pribadi dan profesional, tetapi juga dapat melanggar sejumlah ketentuan hukum di Indonesia. Beberapa aturan yang relevan mencakup Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang melarang distribusi informasi elektronik yang mengandung penghinaan atau pencemaran nama baik dengan ancaman pidana hingga 6 tahun penjara dan/atau denda Rp 1 miliar. Pasal 310 dan 315 KUHP juga mengatur tentang pencemaran nama baik dan penghinaan ringan, masing-masing dengan ancaman hukuman maksimal 9 bulan dan 4 bulan 2 minggu penjara, serta denda hingga Rp 4,5 juta. Selain itu, Pasal 27A UU ITE menegaskan larangan menyerang kehormatan atau nama baik melalui informasi elektronik, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda hingga Rp 750 juta. Risiko hukum yang dihadapi mencakup tuduhan pencemaran nama baik, penghinaan, hingga pelanggaran privasi jika informasi pribadi debitur diungkap tanpa izin. Oleh karena itu, penting bagi individu dan perusahaan untuk memahami konsekuensi hukum ini dan menghindari penggunaan media sosial sebagai alat untuk menyelesaikan sengketa utang. Alternatif seperti negosiasi langsung atau mediasi resmi dapat menjadi solusi yang lebih bijak dan mengurangi potensi konflik serta risiko hukum.

Sumber:
https://www.beritasatu.com/nasional/2862418/konsekuensi-hukum-menagih-utang-melalui-media-sosial

Artikel Terkait

Rekomendasi