Tantangannya dalam Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia

Author PhotoNabila Marsiadetama Ginting
03 Jan 2025
IMG_2799

Tantangan dalam Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia

Meskipun arbitrase memiliki banyak keuntungan sebagai mekanisme penyelesaian sengketa, pelaksanaannya di Indonesia menghadapi berbagai tantangan. Tantangan ini tidak hanya bersumber dari aspek teknis, tetapi juga dari faktor budaya hukum, kelembagaan, dan pemahaman para pihak. Berikut beberapa kendala utama yang dihadapi dalam praktik arbitrase di Indonesia:

1. Keterbatasan Pemahaman tentang Arbitrase

Banyak pihak, termasuk pengusaha dan praktisi hukum, yang belum sepenuhnya memahami mekanisme arbitrase. Kesadaran mengenai pentingnya mencantumkan klausul arbitrase dalam kontrak sering kali masih rendah. Akibatnya, banyak sengketa yang berakhir di pengadilan karena tidak adanya perjanjian arbitrase sebelumnya.

2. Biaya Arbitrase yang Relatif Tinggi

Meskipun dianggap lebih hemat dibandingkan litigasi dalam jangka panjang, biaya awal arbitrase sering kali menjadi penghalang, terutama bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM). Biaya arbiter, sewa tempat, dan biaya administrasi lembaga arbitrase dapat menjadi beban yang signifikan.

3. Kesadaran Hukum yang Rendah di Sektor Syariah

Meskipun telah ada lembaga arbitrase syariah seperti Basyarnas untuk menangani sengketa di sektor keuangan syariah, penggunaannya masih sangat minim. Banyak bank syariah dan lembaga keuangan lainnya lebih memilih jalur pengadilan, meskipun peraturan mengharuskan sengketa diselesaikan melalui arbitrase syariah. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi dan penegakan regulasi yang lebih baik.

4. Keterbatasan Enforcement Putusan Arbitrase Asing

Putusan arbitrase asing dapat dieksekusi di Indonesia berdasarkan Konvensi New York 1958, namun dalam praktiknya, proses ini sering kali menemui hambatan. Pengadilan negeri kadang-kadang mempersulit pelaksanaan putusan arbitrase asing, terutama jika melibatkan pihak-pihak yang memiliki pengaruh politik atau ekonomi.

5. Masalah Integritas dan Kompetensi Arbiter

Tidak semua arbiter memiliki kompetensi yang sesuai atau integritas yang tinggi. Dalam beberapa kasus, pemilihan arbiter kurang transparan, sehingga menimbulkan keraguan atas keadilan dan objektivitas putusan.

6. Konflik antara Pengadilan dan Arbitrase

Meskipun UU No. 30 Tahun 1999 menyatakan bahwa pengadilan tidak boleh campur tangan dalam sengketa yang telah disepakati untuk diselesaikan melalui arbitrase, dalam praktiknya masih terjadi konflik jurisdiksi. Beberapa pihak tetap mengajukan gugatan ke pengadilan, sehingga menciptakan ketidakpastian hukum.

7. Kurangnya Pengembangan Lembaga Arbitrase Lokal

Lembaga arbitrase nasional seperti BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia) menghadapi persaingan ketat dengan lembaga arbitrase internasional. Banyak pihak lebih memilih arbitrase internasional karena dianggap lebih terpercaya dan profesional. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan kualitas dan promosi lembaga arbitrase lokal.

Kesimpulan

Meskipun arbitrase memiliki potensi besar sebagai alternatif penyelesaian sengketa, tantangan dalam pelaksanaannya di Indonesia harus segera diatasi. Langkah-langkah seperti edukasi hukum, penguatan regulasi, peningkatan kualitas lembaga arbitrase, dan penegakan putusan arbitrase dapat membantu memaksimalkan manfaat arbitrase dalam mendukung iklim bisnis yang kondusif di Indonesia.

Artikel Terkait

Rekomendasi