Universitas Gadjah Mada (UGM) dan jajaran rektorat serta pejabat Fakultas Kehutanan tengah menghadapi gugatan hukum terkait polemik ijazah Presiden Joko Widodo. Gugatan ini diajukan oleh Komardin, seorang advokat dan pengamat sosial asal Makassar, ke Pengadilan Negeri Sleman dengan nomor perkara 106/Pdt.G/2025/PN Smn. Gugatan menuntut ganti rugi sebesar Rp 69 triliun atas kerugian yang dianggap timbul akibat isu keabsahan ijazah tersebut.
Pihak tergugat dalam gugatan ini meliputi Rektor UGM, empat Wakil Rektor, Dekan Fakultas Kehutanan, Kepala Perpustakaan Fakultas Kehutanan, serta dosen pensiunan Fakultas Kehutanan, Ir. Kasmudjo, yang dikenal sebagai pembimbing akademik Jokowi. Komardin menuding adanya perbuatan melawan hukum terkait penerbitan ijazah yang menjadi sumber kontroversi dan kegaduhan di masyarakat.
Sidang perdana gugatan dijadwalkan berlangsung pada 22 Mei 2025 di Pengadilan Negeri Sleman. Kepala Biro Hukum UGM, Veri Antoni, menyatakan bahwa universitas telah menerima gugatan dan sedang mempelajari materi gugatan tersebut dengan serius. UGM juga menyiapkan bukti-bukti dan dokumen pendukung untuk menghadapi proses hukum yang berjalan.
Ir. Kasmudjo mengaku belum siap menghadapi sidang dan telah menyerahkan seluruh proses hukum kepada pihak fakultas. Meskipun merupakan dosen senior, Kasmudjo menyatakan akan mengikuti arahan pimpinan fakultas dalam menangani gugatan ini, menunjukkan solidaritas internal dalam menghadapi persoalan ini.
Gugatan ini muncul setelah adanya tuduhan dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) yang menuding ijazah Jokowi palsu, yang kemudian memicu kegaduhan di masyarakat dan berdampak pada melemahnya nilai tukar rupiah serta kondisi ekonomi nasional. Komardin berharap pengadilan dapat memberikan kejelasan hukum atas keabsahan ijazah tersebut.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan figur penting seperti mantan Presiden Indonesia dan institusi pendidikan ternama seperti UGM. Selain aspek hukum, kasus ini juga menyentuh kredibilitas pendidikan tinggi dan integritas pejabat publik di Indonesia, sehingga proses hukum diharapkan berjalan transparan dan adil.
Proses persidangan yang akan berlangsung di PN Sleman ini menjadi momentum penting untuk mengungkap fakta dan menyelesaikan polemik yang selama ini menjadi perbincangan hangat. Masyarakat menantikan keputusan yang dapat memberikan kepastian hukum sekaligus menjaga reputasi pendidikan tinggi di Indonesia.
Sumber