Seorang pemuda asal Kazakhstan, Kenzhebek Ismailov, berhasil memenangkan kasus di pengadilan tanpa menggunakan jasa pengacara, melainkan dengan bantuan kecerdasan buatan (AI) ChatGPT. Kisah unik ini menjadi viral dan menunjukkan bagaimana teknologi AI mulai merambah ranah hukum yang selama ini didominasi oleh profesional.
Kenzhebek menghadapi masalah hukum setelah menerima surat tilang sebesar 5.800 tenge (sekitar Rp190.000) karena melintasi jalur bus saat mengantar ibunya ke rumah sakit dalam keadaan darurat. Ia menganggap tindakannya masuk akal, namun permohonan bandingnya ditolak. Karena keterbatasan biaya untuk menyewa pengacara, Kenzhebek memilih menggunakan ChatGPT sebagai “pengacara virtual”.
Melalui ChatGPT, Kenzhebek mendapatkan panduan mulai dari penulisan surat pengaduan hingga cara menjawab pertanyaan hakim di ruang sidang. Saat persidangan, ia memanfaatkan fitur pembaca suara untuk menyampaikan jawaban yang disusun oleh ChatGPT. Hakim pun memutuskan membatalkan surat tilang tersebut karena alasan yang logis dan jelas.
Tidak hanya berhenti di situ, Kenzhebek kini menggugat otoritas lalu lintas secara perdata untuk meminta ganti rugi atas denda dan waktu yang terbuang. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana teknologi AI dapat membantu masyarakat mengakses keadilan, terutama bagi mereka yang tidak memiliki biaya untuk menggunakan jasa pengacara.
Sumber :