Komisi Yudisial (KY) menegaskan akan tetap mengusut dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) yang diduga dilakukan oleh majelis hakim kasasi dalam perkara Gregorius Ronald Tannur. Langkah ini diambil meskipun Mahkamah Agung (MA) sebelumnya menyatakan bahwa tidak ditemukan pelanggaran etik oleh majelis kasasi tersebut.
“Berdasarkan putusan pleno KY pada 12 November 2024, kami akan terus mendalami dan memeriksa dugaan pelanggaran etik majelis hakim kasasi yang menangani perkara GRT,” ujar Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam pernyataannya yang dikutip dari Antara, Senin (25/11/2024).
KY menerima laporan dugaan pelanggaran KEPPH dari pengacara Dini Sera Arfiyanti (DSA), korban pembunuhan Gregorius Ronald Tannur. Laporan tersebut diajukan pada 20 November 2024 dan telah masuk dalam proses penanganan sesuai prosedur yang berlaku. Mukti menegaskan bahwa laporan ini menjadi dasar bagi KY untuk melanjutkan penyelidikan, meski MA telah melakukan pemeriksaan internalnya.
KY juga menjalin koordinasi intensif dengan Kejaksaan Agung dalam mendalami dugaan pelanggaran etik yang melibatkan majelis kasasi. Koordinasi ini mencakup pertukaran informasi antara kedua lembaga untuk memastikan penyelidikan berjalan transparan dan objektif.
Sebelumnya, MA melalui Juru Bicara Yanto menyampaikan bahwa pemeriksaan terhadap majelis hakim kasasi dalam perkara Ronald Tannur telah selesai. MA menyatakan bahwa tidak ditemukan pelanggaran KEPPH oleh majelis yang terdiri dari Hakim Agung Soesilo sebagai ketua, serta Ainal Mardhiah dan Sutarjo sebagai anggota. “Pemeriksaan dilakukan dari 4 hingga 12 November 2024, dan hasilnya menunjukkan bahwa majelis kasasi tidak melanggar kode etik,” jelas Yanto pada konferensi pers di Gedung MA, Jakarta Pusat, Senin (18/11/2024).
Dalam pemeriksaan tersebut, MA juga memeriksa mantan pejabat MA Zarof Ricar (ZR) yang disebut memiliki keterkaitan dengan hakim Soesilo. ZR diketahui bertemu Soesilo dalam acara pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Makassar (UNM) pada 27 September 2024. Dalam pertemuan singkat itu, ZR disebut sempat menyinggung kasus Ronald Tannur, namun tidak mendapat tanggapan dari Soesilo. MA menegaskan bahwa ZR tidak memiliki hubungan atau kontak dengan dua hakim lainnya, yakni Ainal Mardhiah dan Sutarjo.
Kasus Gregorius Ronald Tannur menjadi sorotan publik sejak vonis bebasnya di tingkat pertama oleh Pengadilan Negeri Surabaya pada 24 Juli 2024. Majelis hakim yang diketuai Erintuan Damanik, dengan anggota Mangapul dan Heru Hanindyo, memutuskan bahwa Ronald Tannur tidak terbukti melakukan pembunuhan seperti yang didakwakan oleh jaksa. Vonis bebas ini membebaskan Ronald dari tuntutan 12 tahun penjara dan restitusi sebesar Rp263,6 juta.
Keputusan ini memicu kontroversi, terutama dari keluarga korban yang kemudian melaporkan majelis hakim ke KY dan Bawas MA. Jaksa juga mengajukan kasasi atas vonis bebas tersebut. Pada 22 Oktober 2024, MA mengabulkan kasasi jaksa dan menjatuhkan hukuman 5 tahun penjara kepada Ronald Tannur.
Namun, kasus ini semakin rumit setelah Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang memvonis bebas Ronald sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Selain itu, nama-nama seperti pengacara Lisa Rahmat, mantan pejabat MA Zarof Ricar, dan Meirizka Widjaja juga disebut sebagai tersangka terkait dugaan suap dalam kasus ini.
KY menyatakan komitmennya untuk mengungkap kebenaran secara tuntas demi menjaga integritas lembaga peradilan dan kepercayaan masyarakat terhadap proses hukum di Indonesia.