Presiden Prabowo Subianto yang melonggarkan kebijakan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) hingga menghapus kuota impor. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap pengenaan tarif resiprokal sebesar 32% oleh Amerika Serikat terhadap produk Indonesia, yang diumumkan pada 2 April 2025. Kebijakan ini langsung menuai kritik dari berbagai pihak, yang menilai bahwa langkah tersebut dapat memperparah kondisi pasar domestik, karena Indonesia berpotensi dibanjiri produk impor.
Pemerintah Indonesia, pada Rabu, 9 April 2025, menyatakan bahwa mereka tengah mengkaji deregulasi non-tarif melalui relaksasi TKDN untuk produk-produk teknologi asal Amerika Serikat. Selain pelonggaran TKDN, pemerintah juga berencana menyeimbangkan neraca perdagangan dengan Amerika Serikat melalui pembelian produk-produk seperti kedelai, peralatan mesin, LPG, dan LNG. Presiden Prabowo menekankan pentingnya pendekatan insentif sebagai alternatif untuk menjaga kesehatan persaingan usaha di Indonesia.
Namun, anggota Komisi 6 DPR RI, Rahmat Gobel, mengingatkan bahwa pemerintah seharusnya lebih fokus pada perlindungan pasar domestik. Ia menilai bahwa langkah-langkah yang diambil pemerintah terkesan terlambat dan kurang antisipatif terhadap dampak perang dagang yang sudah berlangsung.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (Core) Indonesia, Muhammad Faisal, juga mengkritik langkah pemerintah yang dianggap tidak matang. Ia menekankan bahwa pelonggaran hambatan impor tanpa perhitungan yang tepat dapat memperburuk kondisi industri dalam negeri, yang sudah tertekan oleh lonjakan impor, baik yang legal maupun ilegal.
Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara mendadak menangguhkan kebijakan kenaikan tarif impor kepada sebagian besar negara, termasuk Indonesia. Keputusan ini diambil pada Kamis lalu dan memberikan harapan baru bagi pelaku industri di Indonesia.

Mahasiswi Magister Ilmu Hukum USU,
Ig:@selviaanggrainy