Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengambil langkah tegas dengan membatalkan sejumlah sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di kawasan pagar laut, tepatnya di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten. Keputusan ini diambil setelah melalui proses pemeriksaan yang cermat dan menyeluruh, guna memastikan bahwa setiap sertifikat yang dibatalkan tidak memiliki cacat hukum atau prosedural.
Proses pembatalan sertifikat tersebut dimulai dengan pengecekan dokumen yuridis yang terkait dengan penerbitan sertifikat. Dalam pernyataannya, Nusron menjelaskan bahwa langkah awal ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua dokumen yang diperlukan telah lengkap dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini mencakup pemeriksaan terhadap keabsahan dokumen serta kepatuhan terhadap prosedur administrasi yang telah ditetapkan oleh Kementerian ATR/BPN.
Selanjutnya, Nusron menekankan pentingnya verifikasi fisik material tanah yang menjadi objek sertifikat. Ia mengungkapkan bahwa timnya telah melakukan kunjungan lapangan untuk melihat secara langsung kondisi fisik dari tanah yang bersangkutan. Pengecekan ini bertujuan untuk memastikan bahwa tidak ada penyimpangan atau pelanggaran yang terjadi dalam proses penerbitan sertifikat tersebut. Dengan demikian, keputusan pembatalan dapat diambil berdasarkan bukti-bukti yang sah dan valid.
Dalam konteks ini, Menteri Nusron juga menegaskan komitmennya untuk menjalankan proses pembatalan dengan hati-hati dan sesuai prosedur. Ia menyadari bahwa pembatalan sertifikat merupakan tindakan serius yang dapat berdampak pada hak-hak individu atau entitas yang memiliki sertifikat tersebut. Oleh karena itu, setiap langkah yang diambil harus didasarkan pada analisis yang mendalam dan bukti yang kuat agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
Sebagai bagian dari upaya transparansi dan akuntabilitas, Menteri Nusron didampingi oleh Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan serta Kepala Biro Hubungan Masyarakat saat melakukan penandatanganan permohonan pembatalan sertifikat. Proses ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani isu pertanahan dan menjaga integritas sistem pertanahan nasional.
Dalam pengumuman tersebut, Nusron juga menyampaikan bahwa hingga saat ini, sekitar 50 bidang tanah telah diperiksa dalam rangka verifikasi sertifikat. Ia menekankan pentingnya ketelitian dalam setiap proses verifikasi agar setiap keputusan yang diambil dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Proses ini akan terus berlanjut hingga semua dokumen dan material tanah diperiksa secara menyeluruh.
Terkait sanksi bagi pihak-pihak yang terlibat dalam penerbitan sertifikat cacat hukum, Nusron menjelaskan bahwa jika ditemukan adanya tindak pidana, maka sanksi akan dikenakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Namun, jika kasus tersebut tergolong maladministrasi, maka akan ada evaluasi terhadap prosedur kerja petugas terkait untuk mencegah terulangnya kesalahan serupa di masa depan.
Menteri Nusron juga menyoroti pentingnya penggunaan teknologi dalam meningkatkan pengawasan dan manajemen risiko di bidang pertanahan. Dengan adanya aplikasi Bhumi ATR/BPN, kesalahan dalam penerbitan sertifikat dapat terdeteksi lebih awal, sehingga masyarakat dapat berperan sebagai kontrol sosial dalam menjaga integritas data pertanahan.
Kasus pembatalan sertifikat di kawasan pagar laut Tangerang ini juga menarik perhatian mantan Wakil Menteri ATR/BPN Raja Juli Antoni, yang mengungkapkan keyakinannya bahwa penerbitan sertifikat tersebut dilakukan tanpa sepengetahuan pejabat kementerian. Ia mendukung langkah Menteri Nusron dalam menyelesaikan masalah ini agar tidak menimbulkan kegaduhan politik lebih lanjut.
Dengan demikian, langkah pembatalan sejumlah sertifikat HGB dan SHM oleh Menteri Nusron Wahid mencerminkan komitmen pemerintah untuk menjaga keadilan dalam pengelolaan pertanahan serta melindungi hak-hak masyarakat dari praktik-praktik penyimpangan dalam penerbitan sertifikat tanah. Upaya ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat serta meningkatkan kepercayaan publik terhadap sistem pertanahan nasional.