Transformasi pendekatan penegakan hukum pidana terhadap anak merupakan langkah strategis menuju sistem peradilan yang lebih manusiawi. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menjadi tonggak perubahan tersebut, dengan mengedepankan keadilan restoratif sebagai paradigma utama.
Pendekatan ini berupaya merestorasi hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat tanpa mengesampingkan aspek tanggung jawab pidana. Diversi sebagai mekanisme utama dimaksudkan untuk menghindarkan anak dari jerat litigasi yang berpotensi merusak perkembangan psikososialnya.
Dari perspektif filosofis, keadilan restoratif selaras dengan sila kedua Pancasila, yakni kemanusiaan yang adil dan beradab. Pendekatan ini menolak pandangan bahwa anak pelaku kejahatan adalah pelaku murni; sebaliknya, mereka juga dilihat sebagai korban dari dinamika sosial dan kekosongan edukasi nilai.
Secara yuridis, konsep ini menggeser fokus dari retributif ke restoratif, mengacu pada prinsip “The Best Interest of the Child”. Hal ini tidak sekadar normatif, tetapi juga merupakan penerapan nilai-nilai universal HAM dan Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
Pelibatan keluarga dan komunitas menjadi unsur vital dalam mencapai resolusi konflik. Proses mediasi yang mempertemukan pelaku, korban, dan fasilitator komunitas bukan hanya menjadi solusi hukum, tetapi juga terapi sosial yang menyehatkan ekosistem masyarakat.
Namun, tantangan dalam implementasi masih signifikan, terutama pada tataran aparat penegak hukum yang belum sepenuhnya menginternalisasi paradigma restoratif. Diperlukan pelatihan berkelanjutan dan pembaruan kurikulum di lembaga pendidikan hukum.
Reformasi kebijakan juga harus disertai dukungan infrastruktur sosial, seperti Bapas yang aktif dan pusat mediasi berbasis masyarakat. Tanpa hal ini, konsep keadilan restoratif akan terjebak dalam ranah retorika belaka.
Dengan demikian, restorasi bukan sekadar metode penyelesaian perkara, tetapi juga perwujudan konkret dari upaya membangun sistem peradilan pidana yang beradab, manusiawi, dan mendidik.