Jakarta, 1 Mei 2025 – Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menghadiri peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) 2025 yang diselenggarakan di kawasan Monumen Nasional (Monas), Jakarta Pusat, Kamis (1/5/2025). Kehadiran kepala negara dalam acara yang diorganisir oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) ini menandai babak baru dalam politik hukum ketenagakerjaan nasional, yang selama ini ditandai oleh ketegangan antara kepentingan ekonomi dan perlindungan hak-hak pekerja.
Menurut pernyataan Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, Prabowo menerima undangan resmi dari panitia serikat buruh dan “telah memutuskan untuk hadir sebagai bentuk komitmen terhadap pentingnya peran buruh dalam pembangunan ekonomi nasional.” Hal ini memperlihatkan adanya kesadaran konstitusional pemerintah terhadap fungsi strategis buruh dalam sistem ekonomi dan hukum negara.
Secara konstitusional, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Kehadiran Presiden dalam forum buruh ini memiliki makna hukum tersendiri: pengakuan simbolik dan substantif bahwa relasi industrial tidak dapat diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar, tetapi harus berada dalam kerangka hukum yang adil, manusiawi, dan progresif.
Presiden Prabowo melalui kehadirannya tidak hanya mengafirmasi peran buruh, tetapi juga membuka ruang dialog yang selama ini dinilai terbatas dan bersifat top-down. Dalam kerangka negara hukum penguatan peran buruh harus ditopang oleh legislasi yang berpihak serta lembaga yang mampu menegakkan norma ketenagakerjaan secara efektif.
Dalam perayaan May Day tahun ini, KSPI menyampaikan enam tuntutan utama, dengan penghapusan sistem outsourcing sebagai isu paling mendesak. Model outsourcing selama ini dianggap menyalahi prinsip kepastian hubungan kerja sebagaimana diatur dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 serta menurunkan standar perlindungan buruh yang dijamin konstitusi.
Selain itu, serikat buruh menuntut:
-
Pengesahan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai kelompok rentan yang masih di luar skema perlindungan hukum formal;
-
Revisi terhadap UU Ketenagakerjaan;
-
Pembentukan Satgas PHK untuk menanggulangi pemutusan hubungan kerja sepihak;
-
Realisasi upah layak nasional;
-
Serta pengesahan RUU Perampasan Aset untuk memperkuat agenda pemberantasan korupsi yang berdampak pada fiskal ketenagakerjaan.
Tuntutan ini memperlihatkan bahwa peringatan Hari Buruh telah berkembang dari sekadar unjuk rasa menuju platform penyampaian agenda legislasi nasional, yang menuntut respons institusional dari eksekutif dan legislatif.
Dalam pandangan akademis, negara memiliki tanggung jawab positif untuk mengatur dan menegakkan hukum ketenagakerjaan guna menjamin keadilan distributif. Kritik terhadap praktik kemitraan di PT Pos Indonesia yang disampaikan oleh FSP ASPEK Indonesia memperkuat urgensi untuk melakukan reformasi sistemik terhadap praktik ketenagakerjaan yang menyimpang dari asas hukum kerja: kejelasan status, keadilan upah, dan jaminan sosial.
Kehadiran Presiden Prabowo pada May Day 2025 harus ditindaklanjuti dengan pembentukan regulasi yang progresif dan perbaikan struktur pengawasan ketenagakerjaan, agar tidak berhenti pada gestur politik belaka.
Diperkirakan lebih dari 200.000 buruh hadir dalam aksi damai tersebut, dengan pengamanan dari lebih dari 13.000 personel gabungan TNI-Polri dan unsur pemerintah daerah. Dalam sejarah perburuhan Indonesia, kehadiran langsung Presiden pada peringatan May Day merupakan preseden hukum dan politik yang penting.
Tantangan selanjutnya adalah menjadikan momentum ini sebagai langkah konkret menuju negara kesejahteraan, di mana buruh tidak hanya dihargai secara simbolik, tetapi juga diberi jaminan hukum yang nyata dalam relasi kerja mereka.