Pernyataan Presiden Joko Widodo dalam sebuah rekaman tahun 2017 kembali menjadi sorotan publik setelah diputar dalam sebuah forum diskusi yang memperdebatkan status dosen pembimbing beliau semasa kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM).
Dalam rekaman tersebut, Presiden Jokowi menyampaikan apresiasi kepada seseorang bernama Bapak Kasmujo, yang disebutnya sebagai “dosen pembimbing.” Ia bahkan menambahkan, “Berkat bimbingan Pak Kasmujo, skripsi saya selesai.”
Pernyataan itu memicu perdebatan hangat dalam forum, terutama terkait apakah yang dimaksud adalah dosen pembimbing skripsi atau akademik. Salah satu narasumber, Bung Yakub, menegaskan bahwa Pak Kasmujo merupakan dosen pembimbing akademik, bukan pembimbing skripsi seperti yang belakangan diasumsikan oleh sebagian pihak.
“Jangan seakan-akan Pak Jokowi berbohong. Beliau tidak pernah menyebut Pak Kasmujo sebagai dosen pembimbing skripsi,” ujar Yakub, menanggapi spekulasi yang berkembang. Ia menekankan perlunya mendengar pernyataan Jokowi secara utuh, tanpa memotong kalimat.
Perdebatan semakin menghangat ketika topik bergeser ke kelayakan seseorang yang masih berstatus asisten dosen (asdos) menjadi pembimbing akademik. Salah satu pihak meragukan keabsahan status Pak Kasmujo, jika benar saat itu masih berstatus CPNS dengan golongan III/A.
“Tidak mungkin asisten dosen menjadi pembimbing akademik. Saya pernah jadi dosen di UGM dan tahu prosedurnya,” tegas seorang peserta diskusi lainnya.
Namun Yakub membalas, “Itu kan menurut pengalaman Anda. Tapi jangan mendahului UGM. Kalau memang ragu, mari kita minta klarifikasi langsung dari pihak kampus.”
Isu ini menyeret pertanyaan etis dan prosedural: apakah pernyataan Presiden patut dianggap misleading, atau hanya soal tafsir yang terlalu dibesar-besarkan?
Sebagian peserta diskusi menyayangkan adanya framing seolah-olah Jokowi mengklaim Pak Kasmujo sebagai pembimbing skripsi, padahal yang dimaksud bisa saja lebih umum: seseorang yang perannya penting selama proses studi.
Hingga kini belum ada pernyataan resmi dari UGM yang mengonfirmasi posisi Pak Kasmujo secara administratif saat itu. Sementara itu, isu ini menunjukkan betapa narasi akademik bisa menjadi sorotan politik—dan betapa pentingnya kejelasan, bahkan dalam hal-hal yang tampaknya sepele.

Mahasiswi Magister Ilmu Hukum USU,
Ig:@selviaanggrainy