Istilah “politik hukum” mengacu pada keseluruhan kebijakan dan strategi negara dalam membentuk, menerapkan, dan menegakkan hukum. Mahfud MD menyebut politik hukum sebagai legal policy, yaitu kebijakan resmi tentang hukum yang akan diberlakukan atau diganti, demi mencapai tujuan negara. Dengan demikian, politik hukum tidak bersifat netral, melainkan sangat dipengaruhi oleh kepentingan politik, ekonomi, dan sosial yang berlaku.
Padmo Wahjono menekankan bahwa politik hukum mencakup kebijakan dasar yang menentukan arah, bentuk, dan isi hukum. Ini berarti, hukum tidak hadir begitu saja, tetapi lahir dari keputusan-keputusan strategis yang diambil oleh penyelenggara negara tentang “apa yang penting” untuk diatur dalam hukum. Politik hukum membantu menjawab pertanyaan mendasar: hukum untuk siapa dan demi apa?
Satjipto Rahardjo bahkan memperluas pengertian ini dengan menekankan bahwa politik hukum adalah bagian dari proses memilih tujuan sosial tertentu. Karena itu, ia menyatakan bahwa politik berkaitan dengan pilihan-pilihan sosial, sedangkan hukum bertugas merumuskan instrumen atau cara untuk mencapai tujuan tersebut. Di sinilah terlihat bahwa hukum adalah instrumen normatif dari keputusan politik.
Peran politik hukum sangat vital, terutama dalam proses legislasi dan reformasi hukum. Situasi politik yang dinamis akan memengaruhi substansi hukum yang dibentuk. Sebagai contoh, dalam masa transisi politik, biasanya muncul kebutuhan hukum baru yang lebih demokratis, partisipatif, dan akuntabel, menggantikan hukum-hukum lama yang mungkin otoriter atau usang.
Dengan memahami konsep politik hukum, kita dapat menilai sejauh mana suatu produk hukum mencerminkan kehendak rakyat atau sekadar kehendak elite. Politik hukum mengajak kita untuk tidak hanya membaca teks hukum, tetapi juga melihat konteks politik yang melahirkannya.