Seniman Yos Suprapto kini menjadi sorotan publik setelah pameran lukisannya yang bertajuk “Kebangkitan: Tanah untuk Kedaulatan Pangan” dibatalkan secara mendadak di Galeri Nasional Indonesia (GNI). Keputusan ini membuat Yos memutuskan untuk menarik semua karyanya dari galeri tersebut. Dalam pernyataan yang disampaikan pada konferensi pers di Jakarta, Yos mengungkapkan kekecewaannya dan menyatakan bahwa jika pihak GNI tidak memberikan akses kepada karyanya, ia akan mengambil langkah hukum untuk mendapatkan kejelasan.
Pameran yang dijadwalkan berlangsung mulai 20 Desember 2024 ini terpaksa ditunda karena alasan teknis yang tidak dijelaskan secara rinci oleh pihak Galeri Nasional. Yos Suprapto menegaskan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk censorship terhadap karya seni yang telah disiapkannya. Ia menunggu kunci untuk mengakses ruang pameran, dan jika tidak mendapatkan kejelasan, ia siap membawa pulang lukisannya.Kontroversi semakin memanas ketika diketahui bahwa beberapa lukisan Yos menggambarkan kritik terhadap praktik kekuasaan, termasuk satu karya yang secara eksplisit menampilkan orang-orang “jilat bokong” kepada figur publik, yang membuat nama Raffi Ahmad terseret dalam polemik ini.
Kurator pameran, Suwarno Wisetrotomo, menjelaskan bahwa dua karya Yos tidak sejalan dengan tema pameran dan berpotensi merusak fokus pesan yang ingin disampaikan.Dalam situasi ini, pihak GNI meminta maaf atas penundaan pameran dan berjanji untuk berkomunikasi lebih baik dengan Yos Suprapto. Namun, seniman asal Yogyakarta ini tetap bersikeras bahwa jika masyarakat tidak dapat mengakses karyanya, maka lebih baik tidak ada pameran sama sekali.
Lukisan yang kontroversial ini menggambarkan simbol-simbol yang diduga mencerminkan ketidakpuasan terhadap berbagai kebijakan pemerintah saat ini. Beberapa elemen dalam karya tersebut dipandang oleh para kritikus seni dan sejumlah pengamat sebagai sindiran terhadap kondisi ekonomi dan politik yang berkembang di Indonesia.
Yos Suprapto, yang dikenal dengan karya-karya yang sering kali mengusung tema sosial dan politik, menyatakan bahwa tujuannya adalah untuk menggugah pemikiran masyarakat tentang pentingnya kebebasan berpendapat melalui seni. Ia menegaskan bahwa seni adalah cerminan dari realitas sosial, dan sebagai seniman, ia memiliki tanggung jawab untuk mengungkapkan pandangannya.
Namun, penolakan terhadap lukisan ini datang setelah beberapa galeri dan institusi seni menganggap bahwa karya tersebut terlalu mengarah pada kritik terhadap pemerintah, yang dianggap dapat menimbulkan kontroversi. Beberapa pihak di dalam dunia seni mengkhawatirkan bahwa karya-karya yang dianggap “melawan” dapat mempengaruhi hubungan mereka dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan politik.
Yos Suprapto kini tengah mempertimbangkan langkah hukum sebagai upaya terakhir untuk memastikan karyanya dapat diakses oleh publik. Ia berharap agar situasi ini bisa segera diselesaikan dan karya-karyanya dapat dipamerkan tanpa adanya batasan. Kejadian ini menjadi sorotan luas di media sosial dan memicu diskusi tentang kebebasan berekspresi serta hak seniman dalam menyampaikan kritik melalui karya seni mereka.