Sebagai seorang murid yang pernah membaca buku-buku Prof Satjipto Rahardjo dan mendengar cerita tentang beliau dari murid muridnya, maka ada pesan moril yang didapatkan ketika mendengar nama beliau, yaitu keteladanan dan kasih sayang. Pak Tjip sapaan akrabnya. Ia adalah teladan keilmuan yang menebar kasih sayang dan sahaja yang tidak pernah merendahkan. demikian cerita dari murid-muridnya yang saat ini menjadi dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro yang mengajarkan ilmu hukum kepada kami. Tentu, nasihat dan cerita kebaikan tentang Prof Tjip harus menjadi pegangan manakala datangnya bahaya yang mengancam keadilan dan kemanusiaan.
Sesepuh Ilmu Hukum
Prof. Satjipto Rahardjo, sesepuh ilmu hukum yang sederhana dan penuh ketulusan, lahir di Karanganyar, Banyumas, pada 15 Februari 1930. Ia pergi pada 8 Januari 2010, meninggalkan dunia ini di usia sekitar 79 tahun. Selama hidupnya, selain menjadi pengajar yang penuh dedikasi, beliau juga menulis banyak buku dan artikel yang meresap dalam hati para pembaca, mengalir di antara ruang-ruang kampus. Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, tempat beliau menanamkan benih-benih pemikirannya, tentu merasakan kehilangan yang begitu dalam. Andai beliau masih ada hari ini, di usia 95 tahun, pemikirannya pasti akan menjadi cahaya penuntun yang kita perlukan di tengah sengkarut marut hukum di negeri ini. Namun, waktu tidak bisa berhenti, tugas itu kini berpindah ke pundak murid-muridnya. Mereka yang menurunkan obor pemikiran hukum progresif, menghidupkan kembali harapan dengan cinta, kasih sayang, dan jiwa kemanusiaan. Sebagai seorang murid yang pernah mendengar dan membaca tentang beliau, saya hanya bisa berucap bahwa Prof. Tjip bukan sekadar dosen biasa. Ia adalah sosok intelektual yang bersahaja, yang mengajarkan hukum bukan hanya dengan kepala, tapi dengan hati. Dengan demikian potret pemikirannya menjadi sebuah warisan yang terus mengalir dalam setiap langkah kami.
Intelektual yang Bersahaja
Prof. Satjipto Rahardjo bukan hanya seorang pengajar, tapi ia adalah intelektual yang bersahaja serta teladan yang menjadi contoh bukan karena gelar dan pengakuan, melainkan karena ketulusan yang memancar dari sikap dan pikirannya. Ia tidak berdiri di menara gading keilmuan, melainkan hadir di tengah-tengah, dekat dengan manusia dan realitas yang sering diabaikan oleh hukum itu sendiri. Dalam kesederhanaannya, ia mengajarkan bahwa keadilan tidak harus diucapkan dengan kalimat-kalimat agung, tetapi cukup dengan keberpihakan yang jujur pada mereka yang terpinggirkan. Keilmuan yang ia wariskan tidak menggurui, tetapi menuntun; tidak menjauhkan, tapi justru memeluk. sekarang dunia hukum kehilangan arah, pemikiran beliau datang bagai cahaya yang setia menyinari lorong yang sunyi. Ia adalah sosok yang pergi secara fisik, tapi hadir secara utuh dalam nurani para murid dan pemikir yang melanjutkan langkahnya, langkah yang pelan, tapi pasti, tenang tapi berakar dalam pada cinta dan kemanusiaan.. Pemikirannya merupakan pelita harapan sekaligus cahaya yang menerangi gelapnya dunia hukum saat ini. Ia menjadi potret kemanusiaan, ia juga aktif mengkampanyekan bahwa hukum dibuat untuk manusia bukan sebaliknya. Cara pandang Prof Tjip akhirnya menemukan gagasan besar yang harus di lestarikan bersama yang bernama hukum progresif. di tengah gemuruh dinamika hukum Indonesia yang jauh dari nilai-nilai kemanusiaan dan cara pandang yang stagnasi tidak mengalir, gagasan hukum progresif tampil sebagai wajah hukum yang mengalir serta bersahabat dengan nilai-nilai kemanusiaan. Gagasan hukum progresif berangkat dari pemahaman atas kekecewaan pada teks hukum dan barisan pasal-pasal atau lebih tepatnya hukum modern yang cenderung mengunci nilai-nilai kemanusiaan sehingga pada akhirnya, hukum hanya dipahami sebagai teks mati yang tidak hidup ditengah-tengah masyarakat. Gagasan ini disambut baik oleh intelektual hukum Indonesia serta dunia pendidikan tinggi hukum Indonesia.
Karya Monumental Begawan Hukum Progresif
Pemikiran Prof Tjip merupakan pagar pembatas sekaligus langkah konstitusional dalam mengawal negara hukum Indonesia, seperti cita-cita besarnya dalam karya intelektual-nya dengan judul Biarkan Hukum Mengalir Catatan Kritis tentang Pergulatan Manusia dan Hukum, karya monumental ini bukan sekadar judul buku, melainkan cermin dari seluruh hidupnya. Hukum yang tak diam, tak membeku, tetapi hidup dan berdenyut bersama manusia. Dalam kata-katanya, kami temukan bukan hanya teori, tetapi napas yang dalam dan lembut dari seorang guru yang mengajarkan bahwa hukum, pada akhirnya, harus kembali ke asalnya yaitu pada manusia, pada kasih, pada kehidupan. Di antara halaman-halaman yang kami baca dengan penuh hormat, kami tahu beliau mungkin telah tiada, tetapi pikirannya tetap menyala di sanubari para murid yang datang kemudian, api kecil itu kami jaga, sebagai cara sederhana untuk tetap merasa dekat dengan seorang guru yang telah lebih dahulu melangkah, namun tak pernah benar-benar pergi
Melalui karya-karyanya, Prof. Tjip mengajarkan kepada kita bahwa hukum harus hidup, lentur, dan menyentuh sisi kemanusiaan. Gagasannya tentang hukum progresif tidak lahir dari ruang yang kosong, melainkan dari keprihatinan terhadap praktik hukum yang kering dan kaku. Ia mencoba menghidupkan kembali makna hukum sebagai alat pembebasan, bukan penindasan, hukum sebagai ruang harapan, bukan sekadar prosedur. karena itulah, mengenang beliau bukan semata bentuk penghormatan pada masa lalu, tetapi juga upaya menjaga nyala semangat keilmuan yang memihak pada keadilan. Sebab, dalam dunia hukum yang terus berubah dan kadang kehilangan arah, pemikiran Prof. Tjip tetap relevan sebagai kompas moral dan intelektual yang tak lekang oleh waktu
Ucapan Terima Kasih
Sebagai seorang murid yang menapaki jejak ilmu dari para murid beliau, dan pelan-pelan menyelami gagasannya melalui lembar demi lembar karya yang ditinggalkannya, terasa jelas bahwa sanad keilmuan ini tersambung pada Prof. Satjipto Rahardjo, seorang guru bangsa yang menanamkan makna hukum yang hidup dan berpihak pada manusia, dengan segala kerendahan hati, izinkan penulis menyampaikan rasa syukur yang dalam dan terima kasih yang tulus kepada beliau. Meski langkah kami masih tertatih, semoga kami tetap teguh menjaga bara kecil dari api perjuangan beliau. Semoga kami mampu Istiqomah meneruskan pemikiran dan jalan panjang yang telah beliau rintis, yaitu jalan yang menjadikan hukum bukan hanya seperangkat aturan, tetapi juga ruang bagi kasih, keadilan, dan kemanusiaan untuk tumbuh dan bernafas

Mahasiswa Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Konsentrasi Hukum Kenegaraan