Perang Ukraina-Rusia, yang dimulai pada Februari 2022, telah menjadi salah satu konflik geopolitik paling berdampak dalam sejarah modern, mengubah tatanan hubungan internasional dan mengguncang stabilitas ekonomi global. Di tengah ketegangan ini, muncul pernyataan kontroversial dari Donald Trump, yang mengklaim bahwa ia dapat menghentikan perang tersebut dalam 24 jam. Ambisi Trump ini menimbulkan pertanyaan mendalam. Mengapa ia begitu bernafsu menghentikan konflik ini secepat mungkin?
Trump adalah seorang politisi yang sangat memahami nilai dari sebuah narasi kemenangan. Ia ingin menciptakan citra sebagai pembawa damai yang mampu melakukan apa yang gagal dicapai oleh pemerintahan Joe Biden. Retorika semacam ini bukan hanya strategi politik, tetapi juga upaya untuk menegaskan dirinya sebagai sosok kuat dalam diplomasi global, yang tak tergantung pada aliansi tradisional atau pendekatan multilateral yang sering dipilih oleh para pendahulunya.
Dengan menjanjikan solusi cepat, Trump mencoba memanfaatkan kelelahan publik Amerika terhadap perang yang panjang dan mahal. Ia menyadari bahwa banyak warga AS yang merasa bahwa miliaran dolar bantuan ke Ukraina seharusnya lebih baik digunakan untuk mengatasi masalah domestik seperti inflasi, perbatasan, dan infrastruktur.
Sejak kampanye pertamanya pada 2016, Trump selalu menekankan doktrin America First, yang menolak keterlibatan militer AS dalam konflik luar negeri yang dianggap tidak menguntungkan secara langsung bagi kepentingan nasional. Perang Ukraina-Rusia, yang telah menyebabkan AS menggelontorkan dukungan finansial dan militer dalam jumlah besar, bertentangan dengan prinsip ini.
Trump berambisi untuk mengurangi ketergantungan AS pada komitmen global, termasuk NATO, yang selama ini menjadi pilar utama dukungan Barat untuk Ukraina. Dengan menghentikan perang, Trump bisa berargumen bahwa AS tidak perlu lagi membiayai konflik yang menurutnya bukan perang Amerika, sekaligus mengurangi beban anggaran militer yang dialokasikan untuk Ukraina.
Trump memiliki pendekatan diplomasi yang berbeda dibandingkan dengan para pendahulunya. Ia lebih mengandalkan hubungan personal dengan para pemimpin dunia, termasuk dengan Vladimir Putin. Selama masa jabatannya, Trump dikenal memiliki relasi yang cukup hangat dengan Putin, meskipun hubungan tersebut penuh kontroversi.
Bagi Trump, menyelesaikan perang melalui kesepakatan pribadi dengan Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bisa menjadi pencapaian diplomatik yang monumental. Ia percaya bahwa gaya negosiasinya yang agresif dan berbasis pada tekanan langsung mampu menghasilkan solusi cepat, tanpa perlu melewati jalur diplomasi tradisional yang sering dianggap lambat dan penuh kompromi.
Perang Ukraina-Rusia telah memberikan dampak besar terhadap ekonomi global, terutama dalam hal energi dan pangan. Krisis energi di Eropa, lonjakan harga minyak, serta gangguan rantai pasokan menjadi perhatian serius bagi ekonomi dunia, termasuk Amerika Serikat.
Trump, yang selalu mengedepankan pertumbuhan ekonomi sebagai pencapaian utamanya, memahami bahwa stabilitas global dapat memberikan dampak positif terhadap pasar dan investor di AS. Menghentikan perang berarti mengurangi ketidakpastian global, menurunkan harga energi, dan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat.
Trump juga melihat bahwa konfrontasi dengan Rusia di Ukraina mengalihkan perhatian strategis AS dari pesaing global yang lebih signifikan: China. Baginya, rivalitas AS-China dalam bidang ekonomi, teknologi, dan militer jauh lebih krusial untuk masa depan hegemoni Amerika.
Dengan menghentikan perang Ukraina-Rusia, Trump berharap dapat mengalihkan fokus dan sumber daya AS untuk menghadapi tantangan dari China, baik di Indo-Pasifik maupun dalam kompetisi teknologi seperti semikonduktor dan kecerdasan buatan.
Ambisi Trump untuk menghentikan perang Ukraina-Rusia secepat mungkin bukan sekadar retorika politik, melainkan refleksi dari kombinasi agenda pribadi, strategi politik, dan kepentingan geopolitik yang lebih luas. Ia ingin membuktikan bahwa pendekatan America First tidak hanya berlaku untuk kebijakan domestik, tetapi juga dapat mengubah dinamika politik internasional.
Namun, pertanyaannya apakah solusi cepat yang diinginkan Trump benar-benar realistis, atau hanya janji kosong? Dunia telah menyaksikan betapa rumitnya konflik ini, yang melibatkan bukan hanya dua negara, tetapi juga kepentingan geopolitik dari kekuatan-kekuatan besar dunia. Diplomasi, pada akhirnya, tidak selalu bisa diselesaikan hanya dalam 24 jam.