BBM Langka, Saatnya Membangun Kesadaran.

Masyarakat antri panjang akibat kelangkaan BBM
Masyarakat antri panjang akibat kelangkaan BBM di Provinsi Bengkulu

Kelangkaan BBM yang terjadi di Provinsi Bengkulu telah mengganggu aktivitas masyarakat di berbagai sektor seperti pertanian, pendidikan, perdagangan, dan transportasi. Situasi ini menunjukkan betapa rentannya ketergantungan kita pada energi berbasis fosil. Lebih dari itu, ini adalah peringatan bahwa negara perlu segera membangun sistem energi yang berdaulat dan berkelanjutan. Dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ditegaskan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Pasal ini memberikan pemaknaan bahwa, pengelolaan energi, termasuk BBM, adalah mandat konstitusional yang harus menjamin kepentingan rakyat secara adil dan merata. Selain itu, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Pasal 3 menyatakan bahwa penyelenggaraan energi bertujuan untuk Menjamin ketersediaan energi dalam negeri dan mengoptimalkan pemanfaatan energi dalam negeri. Atas dasar ini, kelangkaan BBM seharusnya menjadi momentum evaluasi dan pembaruan kebijakan energi. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus mulai mempercepat transisi ke energi terbarukan, memperkuat transportasi publik ramah lingkungan, serta mengurangi ketergantungan masyarakat pada BBM sebagai bentuk nyata pelaksanaan mandat konstitusi.

Masyarakat selama ini hidup dalam paradigma bahwa seluruh aktivitas terutama yang berkaitan dengan mobilitas jarak dekat maupun jauh harus ditopang oleh kendaraan bermotor berbasis BBM. Tentu saja, pemikiran ini wajar, mengingat transportasi menjadi tulang punggung bagi aktivitas sosial dan ekonomi seperti distribusi hasil pertanian, pengangkutan barang dagangan, hingga mobilitas harian masyarakat. Namun demikian, era krisis energi global dan nasional menuntut kita untuk mulai memikirkan dan membangun terobosan konstitusional serta kebijakan alternatif guna mengurangi ketergantungan terhadap BBM. Dibutuhkan inovasi kebijakan, insentif energi terbarukan, dan desain ulang sistem mobilitas agar ekosistem sosial-ekonomi tetap berjalan lancar meskipun pasokan BBM terganggu.

Kelangkaan BBM bukan semata-mata bencana, tetapi harus dilihat sebagai momentum untuk membangun kesadaran dan mewujudkan kemandirian bangsa melalui langkah-langkah konkret yang terarah dan berkelanjutan. Pemerintah Provinsi Bengkulu perlu segera mengambil langkah konkret yang tidak hanya dapat diterima oleh masyarakat setempat, tetapi juga mendapat dukungan dari pemerintah pusat sebagai bentuk sinergi dalam penanganan permasalahan energi dan transportasi. Salah satu strategi utama yang dapat ditempuh adalah mengurangi jumlah kendaraan pribadi di jalanan dan menggalakkan penggunaan transportasi umum yang ramah lingkungan. Upaya ini tidak hanya bertujuan menjaga kelestarian lingkungan agar Provinsi Bengkulu tetap sejuk dan aman, tetapi juga untuk mengurangi ketergantungan yang berlebihan terhadap bahan bakar minyak (BBM).

Kemudian, penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk menghidupkan kembali budaya berjalan kaki atau jalan santai terutama untuk perjalanan jarak dekat, serta mendorong penggunaan transportasi alternatif seperti sepeda. Contoh praktik baik dari negara-negara maju seperti Jepang, Belanda, dan Denmark dapat menjadi inspirasi dalam mengintegrasikan sepeda sebagai bagian dari sistem transportasi perkotaan yang efisien dan ramah lingkungan. Ketiga negara tersebut dikenal luas sebagai pelopor transportasi hijau yang sukses mengurangi ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar fosil melalui kebijakan transportasi yang mendukung penggunaan sepeda dan transportasi umum yang bersih. Edukasi dan kampanye kesadaran tentang pentingnya mengurangi ketergantungan pada kendaraan berbahan bakar fosil juga harus dilakukan secara konsisten. Melalui pendekatan ini, masyarakat dapat memahami dampak negatif dari penggunaan BBM secara berlebihan dan mulai mencari alternatif yang lebih ramah lingkungan. Terakhir, perencanaan tata ruang yang cermat dapat membantu menciptakan kawasan pusat aktivitas yang mudah diakses tanpa harus menggunakan kendaraan pribadi. Dengan demikian, mobilitas masyarakat menjadi lebih efisien dan berkelanjutan.

Harapannya masyarakat dan pemerintah dapat bersinergi dalam mencari solusi terbaik secara bersama-sama. Perdebatan yang terjadi seyogyanya tidak hanya berfokus pada saling menyalahkan kebijakan, melainkan harus diarahkan pada tindakan yang solutif dan terukur guna mengatasi persoalan kelangkaan BBM secara efektif. Selanjutnya, yang perlu dipahami bersama adalah bahwa kelangkaan BBM bukanlah sebuah bencana besar yang harus menimbulkan kepanikan, melainkan sebuah momentum membangun kesadaran. Kejadian ini seharusnya mendorong masyarakat dan Pemerintah Provinsi Bengkulu untuk mulai berpikir kritis dalam mengurangi ketergantungan pada BBM yang jika dibiarkan terus-menerus, dapat menimbulkan kekhawatiran berlebihan dan dampak negatif yang lebih luas di masa mendatang.

Artikel Terkait

Rekomendasi