Uji Materil UU Pemilu: Partai Buruh Minta MK Hapus Ambang Batas Parlemen

Said Iqbal-Ketua Umum Partai Buruh (Sumber Gambar: detik.com)
Said Iqbal-Ketua Umum Partai Buruh (Sumber Gambar: detik.com)

Partai Buruh secara resmi mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, khususnya terhadap ketentuan mengenai ambang batas parlemen (parliamentary threshold), dengan permohonan agar Mahkamah menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan oleh karenanya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyampaikan bahwa permohonan judicial review ini diajukan dengan tujuan untuk menjamin tidak adanya pengabaian terhadap suara rakyat dalam proses pemilu legislatif. Berdasarkan analisis internal yang disusun oleh Wakil Presiden Partai Buruh Bidang Kepemiluan, Said Salahuddin, ditemukan bahwa sistem ambang batas sebagaimana diatur dalam UU Pemilu telah menyebabkan terbuangnya puluhan juta suara pemilih yang diberikan kepada partai politik yang tidak lolos ambang batas nasional, sehingga suara tersebut tidak dikonversi menjadi kursi di parlemen.

Menurut Said Iqbal, suara-suara yang tidak lolos ambang batas tersebut pada akhirnya dikonversi secara proporsional kepada partai-partai yang memenuhi syarat ambang batas parlemen, yang belum tentu memiliki kesamaan ideologi atau garis perjuangan politik dengan partai yang gagal memperoleh kursi, sehingga hal ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip keadilan elektoral dan representasi politik yang utuh. “Kami ingin memastikan bahwa setiap suara rakyat memiliki nilai representatif yang setara, tanpa terkecuali,” ujarnya.

Selain itu, Partai Buruh menilai bahwa sistem pemilihan anggota legislatif yang berbasis daerah pemilihan (dapil) seharusnya menjadi dasar pertimbangan dalam penentuan perolehan kursi di parlemen. Oleh karena itu, Partai Buruh meminta agar Mahkamah Konstitusi mempertimbangkan prinsip keterwakilan berbasis daerah pemilihan, di mana apabila suatu partai memperoleh kursi di satu dapil, maka kursi tersebut tetap diakui meskipun partai tersebut tidak memenuhi ambang batas nasional. Sebagai contoh, apabila Partai Buruh memperoleh satu kursi di Daerah Pemilihan Jawa Barat VII (meliputi Karawang, Purwakarta, dan Kabupaten Bekasi), maka kursi tersebut tetap harus diperhitungkan dan diakui di parlemen.

Permohonan ini juga dimaksudkan untuk menegaskan kembali ratio legis dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 116/PUU-XXI/2023, yang menyatakan bahwa ambang batas parlemen sebesar 4% masih bersifat konstitusional dengan syarat, dan berlaku mulai Pemilu Tahun 2029. Namun, dalam putusan tersebut tidak ditegaskan mengenai besaran ambang batas yang proporsional, dan penentuan besaran tersebut diserahkan sepenuhnya kepada pembentuk undang-undang.

Atas dasar tersebut, Partai Buruh memohon agar Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa ketentuan ambang batas parlemen dinyatakan inkonstitusional dan dihapuskan atau ditetapkan sebesar nol persen, sebagaimana prinsip kesetaraan yang telah diterapkan terhadap pencalonan presiden yang tidak lagi mensyaratkan ambang batas dukungan (presidential threshold).

Dalam petitum-nya, pemohon menyatakan bahwa ketentuan mengenai ambang batas parlemen sebagaimana tercantum dalam Pasal terkait di dalam UU Pemilu bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat, keadilan pemilu, dan hak atas representasi yang dijamin oleh UUD 1945.

 

Sumber:

https://nasional.kompas.com/read/2025/07/28/19480861/partai-buruh-minta-mk-hapus-ambang-batas-parlemen-agar-suara-rakyat-tak

Artikel Terkait

Rekomendasi