Mantan Gubernur Lemhannas, Agus Widjojo, menilai bahwa revisi Undang-Undang TNI (UU TNI) yang baru saja disahkan membawa militer Indonesia kembali ke masa lalu. Menurutnya, lingkungan yang mendukung dwifungsi militer masih cukup kuat, dan politik dapat mengganggu independensi militer. Agus menekankan bahwa reformasi TNI harus terus berlanjut untuk memastikan supremasi sipil dalam pemerintahan. Ia juga menyoroti bahwa struktur komando teritorial TNI, seperti Babinsa, merupakan manifestasi dari dwifungsi militer yang berpengaruh pada kehidupan sosial politik masyarakat pada masa Orde Baru.
Agus Widjojo menegaskan bahwa negara yang mengandalkan tentara tidak akan maju. Ia mengingatkan bahwa di negara-negara terbelakang, tentara sering menjadi andalan untuk menyelesaikan berbagai masalah, yang tidak seharusnya terjadi di Indonesia. Menurutnya, revisi UU TNI seharusnya fokus pada memperkuat reformasi dalam tubuh TNI, bukan mengembalikan praktik lama.
Revisi UU TNI membawa perubahan signifikan dalam hubungan antara militer dan institusi sipil. Salah satu poin utama adalah penambahan jumlah kementerian dan lembaga yang dapat diisi oleh prajurit TNI aktif. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) adalah beberapa contoh lembaga yang kini dapat diisi oleh personel militer.
Gubernur Lemhannas, Ace Hasan Syadzily, berpendapat bahwa revisi UU TNI bertujuan untuk mengakomodasi peran militer dalam institusi sipil yang membutuhkan kehadiran personel militer berdasarkan kapasitas dan kompetensinya. Namun, kekhawatiran tetap ada bahwa perluasan peran TNI dapat mengancam supremasi sipil.
Pengesahan RUU TNI juga menuai kritik dari berbagai kalangan karena proses pembentukannya yang dinilai tidak sesuai dengan prosedur legislasi yang berlaku. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyoroti bahwa RUU Revisi UU TNI tidak sah sebagai RUU prioritas dalam Prolegnas 2025 dan melangkahi beberapa tahap penting dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
Ketua DPR Puan Maharani menyampaikan bahwa perubahan UU TNI tetap berlandaskan nilai dan prinsip demokrasi, supremasi sipil, serta hak asasi manusia. Namun, banyak pihak khawatir bahwa kebijakan ini membuka peluang bagi militer untuk kembali terlibat dalam urusan sipil, mirip dengan yang terjadi pada masa Orde Baru.
Dalam konteks ini, refleksi pasca pengesahan RUU TNI menjadi penting untuk memastikan bahwa peran TNI tetap sesuai dengan prinsip demokrasi dan supremasi sipil. Agus Widjojo dan berbagai kalangan akademisi serta aktivis sipil terus mengingatkan akan pentingnya memperkuat reformasi dalam tubuh TNI untuk menjaga stabilitas dan kemajuan demokrasi di Indonesia. Pengesahan RUU TNI ini menandai langkah penting dalam sejarah TNI, namun juga memicu perdebatan tentang arah reformasi TNI di masa depan.
Sumber
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cg4kwx6lk44o
https://pbhi.or.id/wp-content/uploads/2023/09/2023.09_Revisi-UU-TNI.pdf
https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/07/14/revisi-uu-tni-jangan-jadi-ajang-aji-mumpung-ubah-aturan
https://www.kompas.id/artikel/revisi-uu-tni-menguatkan-atau-melemahkan-demokrasi
https://www.tempo.co/politik/revisi-uu-tni-isds-ingatkan-karier-perwira-stagnan-imbas-penambahan-usia-pensiun-1221722/
https://www.kompas.tv/nasional/581156/eks-gubernur-lemhannas-soal-ruu-tni-dpr-buat-masyarakat-beli-kucing-dalam-karung/
https://media.neliti.com/media/publications/31367-ID-pergeseran-militer-politik-ke-militer-profesional-studi-tentang-keberadaan-koman.pdf
https://www.tempo.co/politik/wawancara-agus-widjojo-revisi-uu-tni-1221424
https://www.tempo.co/politik/revisi-uu-tni-isds-ingatkan-potensi-karier-perwira-stagnan-imbas-penambahan-usia-pensiun-1221722