Arik Kristanto, seorang pria berusia 37 tahun dari Desa Ngingasrembyong, Sooko, Mojokerto, telah dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp 10 juta, yang jika tidak dibayar akan diubah menjadi 2 bulan kurungan, akibat perdagangannya terhadap burung-burung yang dilindungi. Dalam penegakan hukum ini, petugas berhasil menyita 39 ekor burung cica daun besar dan 1 ekor burung cica daun Sumatera dari rumahnya.
Sidang pembacaan vonis Arik dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Ida Ayu Sri Adriyanthi, di Pengadilan Negeri Mojokerto, yang berlangsung di ruangan Cakra. Dalam sidang tersebut, Arik dinyatakan bersalah dan divonis sesuai tuntutan jaksa.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ari Budiarti, menyatakan, “Vonis ini sesuai dengan tuntutan kami, yaitu 1 tahun penjara dan denda Rp 10 juta subsider 2 bulan kurungan.” Dalam putusan tersebut, majelis hakim menyebutkan bahwa Arik terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan pasal 40 ayat (2) junto pasal 21 ayat (2) huruf a dari Undang-Undang RI nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta berdasarkan Peraturan Menteri LHK nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018.
Vonis yang dijatuhkan kepada Arik tersebut sejalan dengan tuntutan yang diajukan oleh JPU pada sidang sebelumnya, di mana pada tanggal 22 Oktober, Arik juga dituntut dengan hukuman yang sama. “Terdakwa menerima keputusan ini, dan jaksa pun juga menerima,” jelas Ari.
Penyidikan terhadap Arik dilakukan oleh tim dari Unit I Subdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, yang menggerebek rumahnya pada Rabu, 26 Juni, sekitar pukul 15.00 WIB. Dalam penggerebekan itu, polisi menemukan dan menyita sejumlah burung yang tergolong sebagai satwa dilindungi.
Arik mengaku bahwa ia memperoleh ke-40 burung tersebut dari seorang warga bernama Heri yang tinggal di Mojokerto. Ia menjelaskan bahwa harga burung bervariasi tergantung pada jenis kelamin, warna, dan kondisi burung. Misalnya, harga burung topeng leher hitam mencapai Rp 440.000, paruh putih Rp 150.000, dan paruh hitam Rp 240.000.
Setelah membeli burung-burung tersebut, Arik menjualnya dengan cara mengirim pesan melalui aplikasi WhatsApp kepada para pelanggannya. Ia mematok harga jual burung topeng leher hitam sebesar Rp 480.000, paruh putih Rp 170.000, dan paruh hitam antara Rp 260.000 hingga Rp 280.000 per ekor. Dari setiap penjualan, Arik mengantongi keuntungan sekitar Rp 20.000 hingga Rp 40.000 per ekor.
Perkara ini menunjukkan keseriusan penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar di Indonesia, terutama terhadap burung-burung yang dilindungi, yang merupakan bagian dari upaya untuk melindungi keanekaragaman hayati. Arik, sebagai pelanggar, kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum, sementara kasus ini menjadi peringatan bagi para pelaku perdagangan satwa liar untuk tidak melanggar undang-undang yang ada.