Indonesia digemparkan dengan penemuan sindikat ‘pengantin pesanan’ yang beroperasi seperti biro jodoh, yang bertujuan untuk mempertemukan perempuan Warga Negara Indonesia (WNI) dengan pria asal China yang mencari pasangan. Namun, sindikat ini menjalankan operasinya dengan cara penipuan. Kasus ini berhasil diungkap oleh Polda Metro Jaya pada Jumat, 6 Desember 2024, dan penyelidikan masih berlangsung hingga kini.
Sebanyak sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam sindikat ini. Tersangka terdiri dari lima perempuan berinisial MW alias M (28), LA (31), Y alias I (44), RW (34), dan H alias CE (36), serta empat laki-laki yaitu BHS alias B (34), NH (60), AS (31), dan N alias A (56). Mereka memiliki peran yang berbeda-beda, mulai dari sponsor, perekrut, hingga penampung calon pengantin. Perempuan calon pengantin awalnya ditampung di Semarang, sebelum dipindahkan ke Pejaten di Jakarta Selatan dan Cengkareng di Jakarta Barat. Dari praktik ini, sindikat dilaporkan meraup keuntungan antara Rp 35 juta hingga Rp 150 juta.
Sindikat ini melakukan bisnis dengan cara penipuan, salah satunya adalah memalsukan identitas perempuan WNI yang dipesan oleh warga China, termasuk mengubah usia korban yang masih di bawah umur agar bisa dinikahi. “Salah satu modus operandi pelaku adalah mengubah identitas korban yang masih di bawah umur menjadi dewasa dengan menambah umurnya,” kata Dirkrimum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra.
Korban yang identitasnya dipalsukan adalah MN alias MC (16), yang berhasil diselamatkan saat polisi menyelidiki tempat penampungan sindikat di Cengkareng dan Pejaten. Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa korban-korban ini berasal dari Jawa Barat dan Kalimantan Barat. Polisi mengungkapkan bahwa orang tua korban diberi uang sebesar Rp 100 juta agar anak mereka bersedia menikah dengan warga negara China. “Tersangka memberikan uang mahar sebesar Rp 100 juta secara tunai kepada orang tua para korban,” tambah Kombes Wira.
Selain itu, korban diminta untuk menandatangani surat perjanjian pernikahan dalam bahasa China, yang mereka tidak pahami isinya. Surat tersebut mengikat mereka untuk mengganti biaya mahar jika membatalkan pernikahan. “Korban disodorkan surat perjanjian dalam bahasa China yang isinya tidak diketahui. Berdasarkan terjemahan, surat tersebut mengikat para korban untuk mengganti biaya jika membatalkan,” jelasnya.
Saat ini, para tersangka dijerat dengan Pasal 4 dan/atau Pasal 6 juncto Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun.