Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto, didakwa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan suap sebesar Rp 600 juta kepada mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Suap tersebut diduga diberikan untuk meloloskan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) untuk periode 2019-2024.
Dalam sidang perdana yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 14 Maret 2025, jaksa penuntut umum mengungkapkan bahwa Hasto, bersama dengan beberapa orang kepercayaannya, termasuk Donny Tri Istiqomah dan Saeful Bahri, terlibat dalam praktik suap ini. Uang suap yang diberikan mencapai 57.350 dolar Singapura, setara dengan Rp 600 juta.
Jaksa menyatakan bahwa suap tersebut bertujuan agar Wahyu Setiawan mengupayakan persetujuan KPU untuk menggantikan Riezky Aprilia, caleg terpilih dengan perolehan suara tertinggi, dengan Harun Masiku. “Suap ini dimaksudkan agar Harun Masiku dapat melenggang menjadi anggota DPR periode 2019-2024 melalui mekanisme PAW,” ungkap jaksa.
Selain dakwaan suap, Hasto juga didakwa menghalangi penyidikan kasus yang melibatkan Harun Masiku. Dalam prosesnya, jaksa mengungkapkan bahwa Hasto diduga memberikan instruksi kepada bawahannya untuk merusak bukti yang dapat digunakan dalam penyidikan KPK.
Hasto Kristiyanto membantah semua tuduhan tersebut dan menyebutnya sebagai bentuk kriminalisasi hukum. Dia dan kuasa hukumnya telah mengajukan upaya praperadilan untuk menantang status tersangka yang dijatuhkan kepadanya, namun upaya tersebut ditolak oleh pengadilan.
Kasus ini kembali menyoroti isu korupsi di kalangan pejabat publik di Indonesia dan menimbulkan pertanyaan tentang integritas sistem pemilihan umum. Masyarakat dan pengamat politik kini menunggu perkembangan lebih lanjut dalam kasus ini serta langkah-langkah yang akan diambil oleh KPK untuk menuntaskan penyidikan.