Dalam perjalanan panjangnya selama 12 tahun, Advokat Senior Dr. Djonggi M. Simorangkir, SH, MH, mengungkapkan adanya dugaan rekayasa kasus yang melibatkan sejumlah elemen dalam sistem peradilan di Medan. Menurut Dr. Djonggi, ia dan timnya akhirnya berhasil memenangkan serangkaian perkara setelah melewati berbagai rintangan, termasuk apa yang ia sebut sebagai “mafia peradilan.”
Dr. Djonggi menyatakan bahwa dalam proses ini, berbagai pihak, mulai dari Ketua Pengadilan Negeri Medan, majelis hakim, panitera, hingga aparat kepolisian—termasuk Polda Sumatera Utara (Poldasu) dan Polrestabes Medan—berkolaborasi dengan mafia peradilan dan mafia tanah. Ia menekankan bahwa mereka semua bersatu dalam rekayasa kasus yang membuat seolah-olah ada sengketa antara dua pihak, padahal yang dieksekusi justru tanah milik warga yang sama sekali tidak terlibat dalam masalah hukum tersebut. “Ini adalah realitas yang terjadi. Ada rekayasa yang tampak seolah-olah merupakan perkara antara pihak A dan B, tetapi yang sebenarnya dieksekusi adalah tanah milik C, yang tidak terkait sama sekali,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Dr. Djonggi menyebut bahwa dua hakim yang terlibat dalam skandal ini, yaitu Panusunan Harahap dan Erwin Malau, kini menduduki posisi strategis sebagai Ketua Pengadilan Tinggi Medan dan Ketua Pengadilan Tinggi Kepulauan Riau. “Sungguh luar biasa, para mafia peradilan bisa mendapatkan jabatan yang tinggi,” keluhnya, menunjukkan kekecewaannya terhadap sistem yang ada.
Upaya Melawan Ketidakadilan
Perjuangan Dr. Djonggi untuk menegakkan keadilan bukan tanpa rintangan. Ia tetap berkomitmen untuk mengungkap kebenaran di hadapan publik dengan melibatkan berbagai media, baik elektronik maupun cetak, agar kasus ini diketahui oleh masyarakat luas. “Saya merasa marah dan meminta dukungan dari media seperti Metro TV, TV One, Deli TV, Harian SIB, Waspada, Analisa, Batak Pos, dan lainnya untuk meliput isu ini. Penting bagi masyarakat untuk menyadari adanya ketidakadilan yang terjadi,” jelasnya dengan semangat.
Sebagai seorang advokat senior, Dr. Djonggi mengungkapkan kekhawatirannya mengenai kepastian hukum di Indonesia, khususnya mengenai keberadaan hakim yang dapat dipercaya untuk menegakkan keadilan sesuai dengan fakta dan hukum yang berlaku. “Apakah masih ada hakim yang bisa dipercaya? Apakah kita masih memiliki kepastian hukum untuk memperoleh kemenangan yang berdasarkan pada fakta dan hukum di negeri ini?” tanyanya dengan penuh harap.
Perhatian terhadap Korban
Ia juga mengungkapkan keprihatinan mendalam terhadap warga yang menjadi korban praktik mafia tanah, terutama mereka yang rumahnya telah hancur akibat eksekusi yang dianggapnya tidak berdasar. “Sangat menyedihkan melihat warga yang rumahnya hancur berkeping-keping. Siapa yang akan bertanggung jawab atas kerugian ini, wahai pimpinan pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, dan Kapolri?” tanyanya, menuntut keadilan bagi para korban.
Dengan semua perjuangan hukum yang panjang dan penuh tantangan, Dr. Djonggi berharap untuk melihat adanya perubahan signifikan dalam sistem peradilan dan penegakan hukum di Indonesia. “Akhirnya kami menang, tetapi sekarang kami masih harus mengurus surat-surat di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ini menjadi masalah besar karena prosesnya tidak mudah,” pungkasnya, menandakan bahwa perjuangan masih harus dilanjutkan.
Reformasi Peradilan yang Diperlukan
Kasus yang diungkap oleh Dr. Djonggi ini menunjukkan betapa pentingnya reformasi dalam sistem peradilan untuk memastikan keadilan dan kepastian hukum bagi seluruh warga negara. Masyarakat mengharapkan agar pihak berwenang segera menindaklanjuti pengaduan ini dan memberikan sanksi yang tegas kepada mereka yang terlibat dalam praktik mafia hukum, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Perjuangan Dr. Djonggi dan timnya bisa menjadi contoh bagi advokat lainnya untuk tetap berjuang demi keadilan dan kebenaran, meskipun menghadapi berbagai kendala di dalam sistem yang ada.