Mencari Kebebasan: Pelarian Sembilan Imigran Rohingya dari Penampungan di Aceh Timur

Author PhotoJunisyah Nasution, S.H
10 Dec 2024
IMG_0577

Sebanyak sembilan imigran etnis Rohingya melarikan diri dari penampungan sementara di lapangan bola kaki Desa Seunebok Rawang, Kecamatan Peureulak Timur, Kabupaten Aceh Timur. Kepala Bidang Politik Pemerintahan dan Keamanan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Aceh Timur, Syamsul Bahri, mengungkapkan bahwa pelarian ini terjadi dalam rentang waktu sepekan terakhir dan para imigran tersebut melarikan diri secara terpisah.

Dari sembilan imigran yang kabur, empat di antaranya diketahui tiba di Madat, Aceh Timur, pada 30 Oktober 2024, sementara sisanya terdampar di Bireuem Bayeun pada 30 November 2024. Dengan kaburnya sembilan orang ini, jumlah imigran yang tersisa di penampungan kini menjadi 155 orang, terdiri dari 150 dewasa dan lima bayi.

Syamsul Bahri menekankan bahwa kondisi penampungan yang terbuka membuat imigran mudah melarikan diri. Ia juga mengkhawatirkan kesehatan para imigran, terutama bayi, akibat cuaca hujan. Oleh karena itu, ia berharap UNHCR segera merelokasi mereka ke tempat yang lebih layak.

Sebelumnya, total 346 imigran etnis Rohingya mendarat di beberapa lokasi di Kabupaten Aceh Timur pada awal Februari serta akhir Oktober dan November 2024. Dari jumlah tersebut, kini hanya tersisa 155 orang setelah beberapa lainnya melarikan diri dan sepuluh orang dipindahkan ke Makassar dan Pidie.

Imigran etnis Rohingya melarikan diri dari penampungan sementara di Aceh Timur karena beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi kehidupan mereka yang sulit dan tidak aman. Berikut adalah beberapa penyebab utama yang mendorong mereka untuk melarikan diri:
1. Kondisi Penampungan yang Tidak Laya: Penampungan sementara di lapangan bola kaki Desa Seunebok Rawang dianggap tidak layak, terutama karena tempatnya terbuka, yang memudahkan imigran untuk melarikan diri. Selain itu, cuaca hujan dapat mengganggu kesehatan mereka, terutama bayi.

2. Kekurangan Mata Pencaharian: Banyak pengungsi Rohingya yang sebelumnya tinggal di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh mengalami kesulitan dalam mendapatkan mata pencaharian yang layak. Mereka tidak diizinkan untuk bekerja atau mendapatkan pendidikan, sehingga merasa terjebak dalam situasi tanpa harapan
3. Kekerasan dan Ketidakamanan di Kamp Pengungsian: Di beberapa tempat seperti Cox’s Bazar, pengungsi Rohingya menghadapi ancaman dari geng-geng kriminal yang menguasai kamp-kamp tersebut. Ketidakamanan ini membuat mereka merasa terpaksa untuk melarikan diri demi keselamatan
4. Harapan untuk Kehidupan yang Lebih Baik: Banyak imigran Rohingya percaya bahwa mereka dapat menemukan peluang yang lebih baik di negara-negara seperti Malaysia dan Indonesia. Mereka berusaha untuk bergabung dengan komunitas Rohingya yang sudah ada di negara-negara tersebut, meskipun perjalanan tersebut berisiko tinggi.
5. Pengalaman Buruk Sebelumnya: Pengungsi Rohingya sebelumnya yang melarikan diri dari penampungan sering kali memberikan kesan negatif kepada masyarakat setempat, dan hal ini dapat mempengaruhi keputusan para pengungsi untuk pergi mencari tempat lain.

Secara keseluruhan, kombinasi dari kondisi kehidupan yang tidak manusiawi, kekerasan, dan harapan akan masa depan yang lebih baik menjadi faktor pendorong utama bagi imigran etnis Rohingya untuk melarikan diri dari penampungan sementara.

Sumber:

Artikel Terkait

Rekomendasi