Mahkamah Agung: Sikap Sopan Dapat Meringankan Hukuman Sesuai Undang-Undang

Author Photoportalhukumid
02 Jan 2025
Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah (bangka.tribunnews.com).
Harvey Moeis, terdakwa dalam kasus korupsi terkait pengelolaan tata niaga komoditas timah (bangka.tribunnews.com).

Mahkamah Agung (MA) memberikan penjelasan terkait pertimbangan perilaku sopan yang dapat menjadi faktor meringankan hukuman dalam suatu putusan perkara. Menurut Juru Bicara MA, Yanto, hal ini diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan merupakan bagian dari kewajiban hakim dalam menimbang hal-hal yang memberatkan maupun meringankan seorang terdakwa sebelum menjatuhkan vonis.

Dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta Pusat pada Kamis (2/1/2025), Yanto menegaskan bahwa aturan mengenai pertimbangan ini terdapat pada Pasal 197 KUHAP. Pasal tersebut mengatur bahwa surat putusan pemidanaan wajib memuat dasar hukum putusan, termasuk keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa. “Jadi, sebelum menjatuhkan pidana kepada terdakwa, itu perlu dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan. Pasal 197 KUHAP, kalau saya tidak salah, memang mengatur hal ini. Itu adalah kewajiban yang harus dicantumkan oleh hakim,” jelas Yanto.

Pasal 197 KUHAP memang mengatur tentang struktur putusan pidana. Ayat (1) huruf f menyebutkan bahwa putusan harus memuat pasal-pasal yang menjadi dasar hukum pemidanaan serta pertimbangan yang memberatkan dan meringankan. Yanto menjelaskan bahwa selain pertimbangan umum, ada pula ruang bagi hakim untuk memasukkan pertimbangan khusus yang dapat lebih meringankan terdakwa. Salah satu contohnya adalah sikap sopan terdakwa di pengadilan, pengakuan bersalah, atau fakta bahwa terdakwa belum pernah memiliki catatan hukum sebelumnya.

“Misalnya, hakim dapat mempertimbangkan sopan santun terdakwa selama proses persidangan, atau pengakuan terdakwa atas perbuatannya. Hal semacam ini sering kali dijadikan dasar pertimbangan meringankan,” tambahnya.

Sebagai ilustrasi, Yanto menyebutkan situasi di mana seorang pelaku kecelakaan lalu lintas menawarkan bantuan signifikan kepada korban, seperti membiayai pendidikan korban hingga jenjang perguruan tinggi. “Ada juga pertimbangan khusus yang tidak sepenuhnya terikat pada ketentuan umum, misalnya dalam kasus kecelakaan. Jika pelaku berinisiatif menyekolahkan korban hingga kuliah, hakim dapat menjadikan hal itu sebagai faktor yang meringankan vonis,” ungkapnya.

Lebih jauh, Yanto menekankan bahwa pemberian pertimbangan meringankan oleh hakim adalah amanat dari undang-undang. Oleh karena itu, jika masyarakat merasa bahwa hal semacam ini tidak layak diterapkan, maka perubahan harus dilakukan pada tingkat legislasi. “Semua ini sudah diatur dalam undang-undang. Kalau ada pihak yang ingin menghapus aturan ini, maka langkahnya adalah mengubah undang-undang terlebih dahulu. Hakim hanya menjalankan apa yang sudah ditetapkan oleh hukum,” tegas Yanto.

Pernyataan ini sekaligus menjawab pertanyaan publik yang kerap mempertanyakan mengapa perilaku sopan dalam persidangan dapat memengaruhi berat ringannya hukuman. MA menegaskan bahwa setiap putusan hakim harus sesuai dengan kerangka hukum yang berlaku, termasuk pertimbangan meringankan yang disebutkan dalam KUHAP. Hal ini mencerminkan bagaimana hukum memberikan ruang untuk menilai sikap dan tindakan terdakwa selama proses persidangan sebagai bagian dari keadilan prosedural.

Sumber:
https://news.detik.com/berita/d-7714922/ma-soal-sikap-sopan-bisa-ringankan-vonis-wong-uu-nya-seperti-itu

Artikel Terkait

Rekomendasi